REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sedianya akan beroperasi mulai 1 Juli mendatang. Saat resmi beroperasi penuh nanti, menurut Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Abdul Cholik, semua perusahaan swasta, baik skala menengah dan besar wajib mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Tak hanya itu, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), hingga Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga diharuskan ikut program ini. Jika perusahaan enggan mendaftar, ada sanksi administratif menanti. Mulai teguran sampai pencabutan izin usaha. Tak hanya itu, perusahaan bisa dijerat dengan hukuman delapan tahun penjara atau denda sebesar Rp 1 miliar.
“Kewajiban keikutsertaan dan sanksi sudah diatur dalam undang-undang (UU) 24 tahun 2011 tentang BPJS,” ujarnya, Ahad (22/3).
Lagipula, kata dia, fungsi fundamental program BPJS Ketenagakerjaan adalah memberi kesejahtaraan bagi tenaga kerjanya melalui program-programnya. Dia menyebutkan ada tiga program yang akan dijalankan BPJS Ketenagakerjaan yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua (JHT).
“Program itu adalah program Jamsostek yang sudah berjalan,” katanya.
Untuk jaminan kecelakaan kerja, jika peserta mengalami kecelakaan maka mendapat santunan sampai dia bisa kembali bekerja. Namun, jika peserta meninggal dunia maka mendapat santunan sebesar 10 kali gaji yang dilaporkan. Sementara untuk jaminan kematian, peserta mendapatkan santunan sebesar Rp 20 juta. Sedangkan untuk JHT, peserta mendapatkan akumulasi iuran ditambah bunga yang ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan. Pihaknya mengklaim memberikan bunga diatas bunga bank yang hanya di kisaran 4 sampai 6 persen.
Ia menyontohkan pada tahun 2014 lalu, BPJS Ketenagakerjaan memberikan bunga 10,6 persen. Program lain yang akan dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan adalah jaminan pensiun. Program jaminan pensiun untuk pekerja swasta dijadwalkan mulai dijalankan per 1 Juli 2015. Namun, program ini terancam tidak bisa dilakukan sesuai rencana. Pasalnya, aturan program jaminan pensiun belum juga disahkan hingga saat ini. Dia menyebutkan, pihak pemangku kepentingan (stakeholder) terkait seperti Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM),departemen keuangan, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih konsultasi untuk membuat payung hukum program ini, yaitu berupa peraturan pemerintah (PP). Namun, hingga saat ini PP tersebut belum juga diterbitkan.
“Karena PP nya belum ada, ini menjadi kendala buat kami. Akibatnya kami belum melakukan sosialisasi program ini,” katanya.