Ahad 22 Mar 2015 21:09 WIB

Pemerintah Didesak Bikin RUU Perlindungan Nelayan

Rep: C85/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Nelayan dari berbagai daerah mengikuti aksi di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (26/2).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Nelayan dari berbagai daerah mengikuti aksi di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah diperingatkan untuk mewaspadai fluktuasi Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang masih tinggi. Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai, penyusunan RUU Perlindungan Nelayan diharapkan dapat fokus meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya skala kecil.

"Dua regulasi pemberantasan illegal fishing yaitu moratorium izin kapal eks asing dan larangan transshipment belum menunjukkan benang merahnya terhadap kesejahteraan nelayan. Meski nilai NTN di Februari 2015 sebesar 106.72, meningkat dibanding 3 bulan pertama Pemerintahan Jokowi, namun angka ini terbilang rentan dibanding tren NTN 5 tahun terakhir”, ungkap Niko Amrullah Wakil Sekjen KNTI di Jakarta, Ahad (22/3).

Niko menambahkan bahwa jika dilihat di setiap provinsi, maka Maluku mempunyai NTN tertinggi dibandingkan yang lainnya, sedangkan Bali yang paling rendah. Dari 34 provinsi di Indonesia, Bali adalah provinsi yang mempunyai angka NTN kritis di bawah standar statistik.

Untuk itu, Niko mendesak DPR dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus segera mengesahkan RUU Perlindungan Nelayan, dengan fokus perlindungan dan pemulihan terhadap hak-hak nelayan  tradisional. Sebanyak 92 persen dari total pelaku perikanan di Indonesia tergolong skala kecil dan 25 persen total angka kemiskinan berasal dari kampung pesisir dan nelayan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement