REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2015 akan mulai membaik dan secara keseluruhan tahun ini akan lebih tinggi dari 2014 yang hanya mencapai 5,1 persen.
"Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2015 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama ditopang oleh konsumsi swasta yang meningkat seiring dengan terkendalinya inflasi," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (17/3).
Selain itu, lanjutnya, konsumsi pemerintah juga diperkirakan membaik sejalan dengan peningkatan pengeluaran pemerintah.
Sementara itu, ekspor diperkirakan masih terkontraksi, walaupun mulai mengalami perbaikan, karena turunnya harga komoditas dan masih lemahnya permintaan dunia.
Di sisi lain, investasi diperkirakan masih tumbuh terbatas di triwulan I 2015 namun akan meningkat pada triwulan-triwulan selanjutnya seiring dengan meningkatnya belanja modal pemerintah. Namun, Tirta enggan menyebutkan angka pertumbuhan ekonomi yang akan dicapai pada tiga bulan awal di 2015 ini.
"Ke depan, pertumbuhan ekonomi pada 2015 diprakirakan berada pada kisaran 5,4-5,8 persen, ditopang terutama oleh pertumbuhan investasi yang meningkat seiring dengan realisasi berbagai proyek infrastruktur dan perbaikan iklim investasi, di samping konsumsi yang tetap kuat dan eskpor yang secara gradual akan membaik," kata Tirta.
Dari sisi global, pemulihan ekonomi global diperkirakan masih terus berlangsung, terutama ditopang oleh perekonomian AS yang semakin solid. Pemulihan ekonomi AS didukung oleh konsumsi yang meningkat seiring dengan turunnya harga minyak dan membaiknya kondisi ketenagakerjaan.
Konsumsi AS yang membaik tersebut diikuti oleh indikator produksi yang semakin meningkat. Perekonomian AS yang solid semakin menguatkan arah normalisasi kebijakan moneternya, meskipun waktu implementasinya masih diliputi ketidakpastian.
"Hal ini mendorong penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh mata uang dunia serta meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global," kata Tirta.
Sementara itu, langkah Quantitative Easing dari Bank Sentral Eropa semakin memperlemah mata uang Euro di samping dapat mengimbangi sebagian dari pengaruh kebijakan the Fed terhadap pergerakan arus modal global ke emerging markets.
Di sisi lain, tambahnya, perekonomian Tiongkok diperkirakan terus melambat seiring penurunan investasi. Sejalan dengan itu, harga komoditas global, termasuk harga minyak, diperkirakan masih berada pada level yang rendah, meskipun terdapat peningkatan dibandingkan level terendahnya pada bulan Januari 2015.