REPUBLIKA.CO.ID,A JAKARTA--Pemerintah diminta segera mengimplementasikan secara penuh Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sebab, sistem tersebut diyakini mampu menyumbat perdagangan kayu ilegal sekaligus mampu menaikan posisi tawar produk industri kehutanan nasional.
“Dengan aturan yang ada dalam SVLK, ia akan memastikan kayu khas Indonesia tak bisa lagi dikirim secara ilegal ke negara pesaing,” kata Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Taufik Gani pada Sabtu (14/3).
Taufik menyatakan, selama ini banyak kayu khas Indonesia yang diminati negara konsumen ternyata malah diekspor dari negara pesaing Indonesia, yang notabene tidak memiliki jenis kayu tersebut. Jenis kayu tersebut di antaranya Kayu Kruing, Merbau, atau Sonokembang. Akibatnya, industri pengolahan kayu nasional justru malah kalah saing.
SVLK seharusnya sudah diberlakukan secara penuh mulai 1 Januari 2015. Namun waktu pelaksanaannya diundur menjadi 1 Januari 2016. Hal tersebut termuat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.95/Menhut-II/2014 dan Peraturan Menteri Perdagangan No.97 tahun 2014.
Saat ini, lanjut dia, sekitar 30 persen dari 2.836 anggota Asmindo telah mendapat sertifikat SVLK. Ia pun memastikan para anggota lainnya yang kebanyakan tergolong usaha kecil dan menengah tersebut mampu memperoleh sertifikat SVLK pada tahun ini.ia pun mengkritik pelaku industri perkayuan yang menolak SVLK. Menurut dia, mereka yang menolak sudah terlalu nyaman dengan ketidakteraturan.
Dia mengingatkan, negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Australia kini menuntut produk kayu yang diimpor memiliki legalitas dan kejelasan sumber bahan bakunya. “Kami juga merasakan, sejak ada SVLK kampanye negatif dari LSM terhadap produk kayu Indonesia berkurang,” kata Taufik.