REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beban biaya listrik yang tinggi dapat memperlemah daya saing dan tidak memberikan insentif yang menguntungkan bagi industri. Direktur INDEF Eni Sri Hartati mengatakan dalam dua tahun terakhir tarif listrik mengalami peningkatan yang sangat drastis yakni sebesar 200 persen.
"Kenaikan ini tentu akan memperlemah daya saing industri, apalagi kita masih menghadapi masalah moneter yang berat," kata Eni, Senin (9/3).
Memang listrik tidak mengambil porsi besar dalam cost produksi, yakni hanya sekitar 10 sampai 15 persen. Namun menurut Eni, pemerintah harus mempunyai instrumen untuk menurunkan beban listrik, terutama menjamin pasokan listrik yang cukup bagi industri.
Menurut Eni, di sisi lain jangan sampai kenaikan tarif listrik ini membuat PLN merugi sehingga pemerintah harus melakukan konsepsi terhadap sumber pembangkit. Selain menjamin ketersediaan pasokan listrik bagi industri, pemerintah juga harus menjamin pasokan batu bara dan gas untuk kebutuhan pembangkit listrik.
"Pemerintah harus memikirkan konversi untuk sumber pembangkitnya," kata Eni.
Eni mengatakan, jangan karena harga Bahan Bakar Minyak (BBM) turun maka pemerintah melupakan konversi pasokan energi bagi pembangkit listrik. Alokasi subsidi sebaiknya tidak hanya digunakan untuk menutupi biaya sumber pembangkit, namun juga perluasan jaringan transmisi sehingga menjamin ketersediaan pasokan listrik bagi industri.