REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengembangan infrastruktur gas nasional dinilai masih sangat minim. Pemasangan infrastruktur gas rumah tangga, misalnya, baru 13 ribu unit rumah yang tersambung. Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika melihat, salah satu penyebab lambannya pengelolaan gas nasional adalah stake holder gas, dalam hal ini PGN, yang terkesan "ogah-ogahan".
Kardaya mengungkapkan, separuh saham PGN dimiliki oleh asing, sehingga tidak mempriotitaskan pembangunan dalam negeri. "PGN itu ada perannya. Namun karena BUMN ini 49 persen dimiliki oleh swasta, dan swastanya asing, jadi kesannya mereka ogah-ogahan," jelas Kardaya, Ahad (8/3).
Hal tersebut, kata Kardaya, yang membuat program penyaluran gas alam ke rumah-rumah selama ini terhambat. Kurangnya keberpihakan PGN pada kepentingan nasional, membuat BUMN ini terkesan lamban dalam membangun.
"Buyback (beli kembali saham) saja. Jadi kalau perlu dibuyback agar bisa fokus pada kepentingan negara," ujarnya.
Kardaya menambahkan, dalam pembangunan infrastruktur gas tidaklah mudah. Maka dari itu, dia mendesak pemerintah apabila memang serius membangun infrastruktur gas untuk segera mengambul alih sepenuhnya PGN.
"Kalau tidak, tahun 2019 kita defisit energi," lanjutnya.