REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad mengatakan, ada potensi lahan baru di daerah Banyuwangi yang dapat digunakan sebagai ladang garam. Lahan tersebut merupakan bekas tambak yang dapat dikembangkan sebagai tempat produksi garam.
"Saya baru dapat informasinya dan sedang dijajaki, apabila bisa dikembangkan akan kita cari investornya," ujar Sudirman di Jakarta, Kamis (5/3).
Sudirman mengatakan, besaran lahan tersebut sekitar lima ribu hektar dan apabila produktif diprediksi dapat menghasilkan garam sekitar 120 ribu ton. Lahan tersebut nantinya akan difokuskan untuk memproduksi garam industri, sehingga target swasembada garam dapat tercapai.
Sudirman belum bisa memastikan kapan lahan tersebut siap untuk produksi garam, karena masih dalam tahap pembebasan. "Kita belum bisa menghitung nilai investasinya, sekarang masih proses pembebasan oleh bupati Banyuwangi," kata Sudirman.
Sudirman menjelaskan saat ini kebutuhan garam konsumsi per tahun sebesar 1,9 juta ton, sedangkan untuk kebutuhan industri yakni 2,1 juta ton. Industri yang paling banyak membutuhkan garam yakni industri kaca dan kertas. Keduanya membutuhkan garam dengan kadar Nacl sebesar 96 persen.
Sedangkan, untuk industri tekstil membutuhkan garam dengan kadar Nacl sekitar 94,7 persen. Untuk industri farmasi membutuhkan garam berkualitas tinggi sebanyak seribu ton per tahun. Sementara, petani garam di Indonesia baru bisa memproduksi garam untuk konsumsi sehingga industri harus melakukan impor.
Sudirman mengatakan, dalam struktur produksi garam di Indonesia sebanyak 30 persen memproduksi garam KW 1 dan 70 persen produksi garam KW2. Untuk tahun ini, ditargetkan minimal produksi garam KW1 bisa mencapai 60 persen.