REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ekonom dari Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, Thomas Ola Langoday, mengatakan pemberian uang elektronik (e-money) sebagai pengganti beras untuk masyarakat miskin (Raskin), menjadi salah satu faktor pemicu kenaikan harga beras saat ini.
"Penggantian program Raskin dengan e-money justru menimbulkan inflasi dengan naiknya harga beras tersebut," Dekan Fakultas Ekonomi Unwira Kupang di Kupang, Ahad (1/3).
Menurut dia, e-money belum tentu digunakan untuk membeli beras Bulog, tetapi bisa dimanfaatkan untuk membeli kebutuhan lain di pasar.
"Masyarakat yang biasa memperoleh beras raskin dengan harga yang dikendalikan pemerintah, bebas menentukan pilihan untuk membeli beras mana pun dengan e-money," ujarnya.
Dengan demikian, kata dia, pemerintah menjadi kehilangan kuasa untuk mengendalikan harga kebutuhan pokok itu.
Ada juga penyebab lain terkait kenaikah harga beras seperti faktor alam dan cuaca yang menghambat distribusi, belum tibanya musim panen, kelangkaan pupuk dan beberapa faktor penyebab lainnya seperti mafia beras dan lain-lain.
Pemerintah pusat memerintahkan para kepala daerah untuk mengoptimalkan cadangan pangan, apabila di daerahnya ada kenaikan harga beras di tingkat lokal atau lokasi-lokasi yang sulit dijangkau.
Menurut dia, Jawa Timur dan Jawa Tengah selama ini menjadi sentra produksi dan distribusi beras, selain Sulawesi Selatan untuk wilayah timur Indonesia, termasuk di antaranya Nusa Tenggara Timur.
Karena itu, kerja sama lintas sektoral bahkan kementerian terkait perlu didorong untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang menjadi fokus pemerintah Jokowi-JK untuk jangka pendek dan menengah dan dimulai 2015 ini, selain pembangunan infrastruktur.