Jumat 27 Feb 2015 14:44 WIB

OJK: Industri Jasa Keuangan Perlu Inovasi Manajemen Risiko

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas memberikan informasi mengenai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kapada pengunjung dalam pameran Indonesia Financial Expo & Forum (IFEF) 2014 di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (26/9).(Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Petugas memberikan informasi mengenai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kapada pengunjung dalam pameran Indonesia Financial Expo & Forum (IFEF) 2014 di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (26/9).(Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pentingnya industri jasa keuangan melakukan inovasi manajemen risiko dengan pendekatan baru. Langkah mitigasi tersebut untuk mengidentifikasi risiko perusahaan, mitigasi risiko, dan menyeimbangkan antara risiko dan kebutuhan.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rahmat Waluyanto mengatakan, industri jasa keuangan diminta mengedepankan nilai-nilai tata kelola organisasi yang baik (good corporate governance) untuk meningkatkan kredibilitas bisnis jasa keuangan. Sehingga industri jasa keuangan mampu menjaga dan memperkuat stabilitas sektor jasa keuangan di Indonesia.

"Inti dari bisnis jasa keuangan adalah kredibilitas. Kredibilitas yang tinggi akan semakin meningkatkan stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia," jelas Rahmat saat membuka Expert Group Discussion tentang ketahanan sektor jasa keuangan Indonesia di kantor OJK Jakarta, Jumat (27/2).

Rahmat mengatakan, Indonesia telah berpengalaman untuk keluar dari dampak tekanan keuangan seperti pada tahun 2008 dan 2013. Hal itu dikarenakan kemampuan Indonesia mengelola ketahanan di sektor jasa keuangan.

OJK menilai, ke depan dinamika sektor keuangan global harus terus diawasi secara mendalam oleh OJK, stakeholder sektor keuangan dan pelaku industri jasa keuangan.

"Tidak ada negara berkembang termasuk Indonesia yang kebal terhadap dampak spillover dari gejolak keuangan negara lain dengan pasar keuangan global yang semakin berhubungan," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Valbury Asia Securities Johanes Soetiko mengatakan, negara  yang mengalami krisis akan ada masanya untuk pulih. Namun, dia menilai krisis tidak pernah terhenti selalu timbul.

Menurut Johanes, secara mikro, krisis terjadi kalau pemerintah sebagai pelaku tidak siap. Timbulnya suatu keadaan yang kaget akan menjadikan krisis. Selain itu di skala mikro, pemerintah diminta menerapkan kebijakan-kebijakan yang membuat lebih waspada terhadap krisis.

"Tahun 2008 krisis Amerika, tidak terlalu berdampak ke Indonesia, karena kita sudah siap-siap, sempat kaget tapi tidak separah di Amerika," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement