REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan lebih baik jika menjadi badan yang terpisah dari Kementerian Keuangan. Kewenangan Ditjen Pajak selama ini dinilai terlampau kecil, sedangkan jangkauannya sangat luas.“Memang seharusnya bukan di level eselon I di bawah Kementerian Keuangan, tapi berdiri sendiri,” ujar pengamat perpajakan, Roni Bako, saat dihubungi Republika, Selasa (24/2).
Menurutnya, penguatan kelembagaan Ditjen Pajak dapat menghilangkan keterbatasan kewenangan. Selain itu, Ditjen Pajak juga akan lebih mudah bergerak tanpa perlu lagi menunggu petunjuk dari Menteri Keuangan. Ia juga menjelaskan, ketika kewenangan Ditjen Pajak berada di bawah Kementerian Keuangan, ada beberapa masalah yang sulit dikendalikan. Misalnya, pengusaha besar yang kenal dengan Menteri Keuangan atau pejabat-pejabat tinggi lainnya akan sangat sulit diperiksa oleh Ditjen Pajak.
Namun, menurutnya, lembaga ini baru bisa mendongkrak pendapatan pajak setelah satu atau dua tahun menjadi badan tersendiri. Pasalnya, perlu ada penyesuaian yang dilakukan selepas berpisah dari Kementerian Keuangan. Menurutnya, bentuk penyesuaian bisa berupa pendirian kantor perwakilan di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Sebab, bentuk usaha yang dimiliki masyarakat tidak hanya terdapat di kota-kota besar, tapi juga berada di kota-kota kecil.
“Badan semi otonom harus sampai ke level kabupaten dan kota, tidak hanya di provinsi,” jelas Roni.
Ia mengatakan, di daerah-daerah masih banyak potensi perpajakan yang belum digali, perluasan itu merupakan konsekuensi yang harus diterima Ditjen Pajak jika akan diubah menjadi badan semi otonom. Selain itu, Ditjen Pajak juga harus menyediakan anggaran dan sumber daya manusia (SDM) yang tidak sedikit. Roni menambahkan, badan penerimaan perpajakan nantinya harus memiliki sistem yang lebih bagus. Hal itu guna menghindari adanya penyalahgunaan dari pejabat-pejabat terkait.