REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan bahwa target pemerintah meningkatkan ekspor 300 persen tidak realistis. Pasalnya, rata-rata kenaikan total ekspor di dunia hanya sekitar 3,8 persen. Sementara, tahun ini Indonesia menargetkan kenaikan ekspor sebesar 28 persen.
Faisal menjelaskan, Indonesia seharusnya bisa belajar dari India. Selama lima tahun, India sudah melakukan berbagai macam upaya untuk meningkatkan ekspor. Namun, pencapaian pertumbuhannya hanya 74 persen.
"Target ini berat, karena sekarang total perdagangan turun dan lebih rendah dari PDB karena ada perubahan paradigma dalam ekonomi dunia," ujar Faisal di Jakarta, Senin (23/2).
Menurut Faisal, tidak ada negara yang ekspornya naik secara sustainable apabila basis industrinya komoditi. Karena komoditi mengikuti siklus perputaran yang bisa berubah-ubah setiap waktu.
Hal ini menyebabkan ekspor migas terus menurun. Sementara itu, jika mengandalkan ekspor dari manufaktur juga sulit.
Pasalnya, industri manufaktur di dalam negeri sedang dalam proses menurun. Sedangkan, apabila mengandalkan sektor jasa masih cenderung belum kompetitif, dan justru membuat peluang impor akan semakin besar.
"Untuk meningkatkan ekspor perlu dilihat produksinya, kita liat saja peranan manufaktur dalam ekspor turun terus dan masih terbata-bata," kata Faisal.
Faisal menegaskan, hal yang bisa dimanfaatkan Indonesia untuk meningkatkan ekspor yakni dengan melihat kelengahan dari negara lain. Indonesia bisa mulai dengan mendorong industri otomotif yang sudah siap dan dinilai bisa menyumbang penguatan rupiah.