REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) dan suku bunga deposite facility (fasbi rate) sebesar 25 bps dinilai akan mengarahkan inflasi pada 2015 berada di bawah 4 persen.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardjojo mengatakan penurunan BI rate pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Selasa (17/2) melihat perkembangan inflasi dan keyakinan Bank Indonesia pada pengendalian inflasi. Hal itu didorong langkah reformasi pemerintah di bidang manajemen subsidi dengan menetapkan fixed subsidy, penghapusan subsidi premium, persetujuan APBNP 2015, rencana pembangunan infrastruktur yang kuat serta upaya perizinan dalam pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
“Itu membawa satu kondisi dimana inflasi 2015 akan sesuai dengan target. Bahkan untuk tahun 2015 bisa di bawah 4 persen,” kata Agus kepada wartawan di kompleks gedung Bank Indonesia Jakarta, Jumat (20/2).
Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk menurunkan BI rate menjadi 7,5 persen dan fasbi rate menjadi 5,5 persen. Sementara suku bunga lending facility masih dipertahankan di level 8 persen. Meski demikian, Bank Indonesia masih tetap waspada terhadap perkembangan ekonomi dunia terkait normalisasi kebijakan The Fed, perkembangan ekonomi Eropa dan China, serta penurunan harga komoditas. Secara umum Agus menilai kondisi pasar masih akan waspada dan tetap ketat.
Di samping itu, Agus mengatakan penurunan fasbi rate merupakan dukungan Bank Indonesia terhadap perbankan nasional. “Dengan fasbi disesuaikan sebetulnya juga satu dukungan bagi sektor keuangan atau perbankan agar dana yang cukup ditempatan di BI bisa kembali dipakai untuk memperbaiki likuiditas di pasar keuangan dan tentu akan baik untuk penyaluran kegiatan-kegiatan yang produktif,” terang Agus.
Di sisi lain, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merespons penurunan BI rate dengan mempertahankan tingkat bunga penjaminan untuk simpanan dalam rupiah dan valuta asing (valas) di bank umum serta simpanan dalam rupiah di BPR untuk periode 15 Januari-14 Mei 2015. Tingkat bunga penjaminan simpanan dalam rupiah dan valas untuk bank umum masing-masing sebesar 7,75 persen dan 1,5 persen. Sedangkan, simpanan dalam rupiah untuk BPR sebesar 10,25 persen.
Kebijakan LPS tersebut mempertimbangkan likuiditas perbankan masih cukup longgar akibat pelambatan pertumbuhan kredit yang sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Selain itu, LPS juga menilai stabilitas perekonomian yang dilihat dari suku bunga antarbank, tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah masih cukup baik.
“Itu adalah kewenangan LPS untuk merespons dan mereka punya pertimbangan,” ujar Agus.
Bank Indonesia melihat dengan perbaikan manajemen subsidi energy akan mencapai target inflasi di 2015-2016 di kisaran 4 plus minus 1 persen akhir 2015. Sementara defisit transaksi berjalan (CAD) di kwartal IV 2014 masih di level 2,8 (mtm) dan 2,9 (yoy). Dengan proyek pembangunan infrastruktur pemerintah, diperkirakan akan membawa CAD di kisaran 3 persen pada akhir 2015.