Kamis 19 Feb 2015 15:32 WIB

Pelaku Industri Minuman Alkohol Ingin Buka Dialog dengan Pemerintah

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Julkifli Marbun
Miras
Foto: Fanny Octavianus/Antara
Miras

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku industri minuman beralkohol (minol) minta adanya ruang dialog dengan pemerintah, terkait adanya Peraturan Menteri Perdagangan no.06/M-DAG/PER/1/2005 tentang pengendalian dan pengawasan tehadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol.

Executive Committee Gabungan Industri Minuman Malt Indonesia (GIMMI) Bambang Britono mengatakan, meski peraturan tersebut baru berlaku pada April 2015, industri minol sudah merasakan dampak yang signifikan.

Bambang menjelaskan, sejak peraturan tersebut resmi dibuat industri minol langsung merasakan dampaknya. Antara lain, sudah ada yang mulai mengembalikan produk, dan menurunnya shift pekerja serta transporter untuk distribusi barang.

"Kita minta difasilitasi agar permasalahannya jelas dan kami siap kerjasama dengan pemerintah," ujar Bambang di Jakarta, Kamis (19/2).

Penjualan minol ke minimarket sebesar 12 persen dari total distribusi. Sedangkan, sisanya didistribusikan ke hotel, kafe, restoran, dan tempat-tempat yang diminum langsung. Bambang mengaku belum menghitung penurunan omzet produksi, karena ingin meminta klarifikasi dan berdiskusi dengan pemerintah.

Menurut Bambang, industri minol sudah diatur ketat mulai dari izin investasi, produksi, standarisasi pangan, distribusi, dan penjualan. Tercatat ada sekitar 35 peraturan di tingkat undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan presiden. Selain itu, ada pula peraturan daerah yang jumlahnya sekitar 200 aturan.

"Jadi industri kita pengawasannya sudah ketat, bahkan di tiap pabrik ada petugas dari bea cukai," kata Bambang.

Menurut Bambang, peraturan larangan peredaran minuman beralkohol nantinya akan berdampak besar terhadap daerah-daerah pariwisata di Indonesia. Selama ini, industri minol sudah mengikuti kode etik penjualan, yakni produk tersebut dipisahkan dari minuman non alkohol. Selain itu, sejak 1980 pelaku industri minol sudah mengkampanyekan usia legal bagi konsumen yakni 21 tahun.  

Bambang mengatakan, saat ini dampaknya memang belum bisa dirasakan secara masif, hal tersebut akan menimbulkan efek domino. Diantaranya, sudah mulai ada kegelisahan di tingkat retail dan pengurangan order di pasaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement