Senin 16 Feb 2015 11:44 WIB

Target Serapan Bulog Tahun Ini Lebih Rendah Dari 2014, Tapi...

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja melakukan bongakar muat beras Bulog di gudang Bulog, Jakarta, Kamis (17/7). (Prayogi/Republika)
Foto: Prayogi/Republika
Pekerja melakukan bongakar muat beras Bulog di gudang Bulog, Jakarta, Kamis (17/7). (Prayogi/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun ini rencananya Bulog akan melakukan serapan minimal 2,7 juta ton untuk beras. Sementara, pada 2014 lalu Bulog telah melakukan serapan beras dari petani sekitar 3 juta ton.  

Direktur Utama Perum Bulog Lenny Sugihat menjelaskan, angka minimal serapan tersebut hanya sekadar ancang-ancang saja. Menurutnya, hal itu bukan angka mati dan bisa saja dikoreksi saat musim panen sudah dimulai.

"Kita niatnya minimal serapan 3,2 juta ton dan itu bukan angka mati, karena produksi baru mulai digenjot tahun ini sedangkan perencanaan telah dibuat tahun sebelumnya," ujar Lenny di Jakarta, Senin (16/2).

Menurut Lenny, apabila produksi melebihi minimal angka serapan maka Bulog siap menerima. Pada prinsipnya angka minimal produk yang diserap hampir sama. Lenny mengatakan, Bulog mengutamakan produksi dalam negeri agar petani bergairah untuk menanam tanaman komoditas.

Akan tetapi, Lenny mengakui bahwa kedelai sebagian besar masih impor karena petani di Indonesia cenderung untuk menanam padi. Lenny optimistis, dengan memperbaiki sistem jalur distribusi dan rangsangan dari Kementerian Pertanian, diharapkan petani dalam negeri gencar untuk menanam kedelai.

"Dengan adanya perbaikan irigasi, serta jaminan ketersediaan pupuk dan benih diharapkan pola tanam dapat meningkat menjadi tiga kali dalam satu tahun," ujar Lenny.

Menurut Lenny, tugas utama Bulog adalah menstabilkan harga. Apabila harga menguntungkan petani, maka akan diserahkan kepada mekanisme pasar.

Namun, apabila harga jatuh dan merugikan petani maka produksi akan diserap oleh Bulog agar harga stabil. Lenny mengatakan, harga yang diserap minimal 10 persen, akan tetapi tidak bisa dipukul rata karena masing-masing komoditi produksinya berbeda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement