REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapat catatan masalah pengelolaan keuangan dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) seharusnya tidak layak mendapat penyertaan modal negara (PMN). Terlebih PMN yang diusulkan pada Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 sebesar Rp 48,01 triliun.
Hal itu diutarakan oleh pengamat ekonomi Universitas Padjajaran, Arif Anshori Yusuf. Ia mengatakan, masalah pengelolaan keuangan merupakan masalah yang sangat penting, sehingga BUMN yang tersangkut masalah tersebut masuk dalam kategori tidak layak mendapatkan kucuran dana negara.
“Bagaimanapun triliunan itu merupakan uang rakyat, itu uang suci,” kata dia, saat dihubungi Republika, Rabu (4/2).
Menurutnya, kucuran dana bisa diberikan pada BUMN bermasalah setelah masalah tersebut diselesaikan. Selain itu, BUMN tersebut harus dinilai apakah memberikan sumbangan yang besar pada negara.
“Jika sudah di blacklist BPK, ya sudah jangan diberikan, itu sudah syarat mutlak,” ungkapnya.
Sebelumnya, BPK meminta pemerintah memperhatikan hasil audit mereka terhadap BUMN sebelum menyalurkan dana PMN. Berdasarkan hasil audit BPK, 14 BUMN yang perlu mendapat perhatian khusus pemerintah sebelum diberikan PMN.
Di antaranya PT Aneka Tambang (Antam), PT Angkasa Pura, Perum Bulog, PT Garam, PT Perusahaan Perkebunan (PTPN), PT Pelni, PT Pindad, PT Kereta Api Indonesia, PT Sang Hyang Seri, Perum Perumnas, Perum Perikanan, PT Industri Kapal, dan PT Pelindo IV.