REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Mengantisipasi masuknya pangan berbahaya impor ke Indonesia, badan karantina pemerintah dinilai masih lemah. Padahal, impor produk buah dan hortikultura sangat banyak dalam upaya menjaga kedaulatan pangan.
“Saya yakin sudah ada instrumennya tapi masih lemah makanya kita kecolongan,” tutur Sekretaris Jenderal Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Ermanto Fahamsyah pada Jumat (30/1).
Menutup impor, lanjut dia, bukanlah satu-satunya cara mencegah masuknya produk berbahaya ke Indonesia. sebab, pasokan dalam negeri pun masih terbatas sementara kebutuhan pangan tidak boleh dikesampingkan.
Maka yang penting sat ini adalah meningkatkan produktivitas buah dan sayur dalam negeri, sembari mengetakan proses karantina. “Benahi aparatnya, tegaskan keputusannya,” kata dia.
Dikatakannya, instrumen hukum seharusnya ditegakkan di mana bagi pelaku pengedar pangan berbahaya harus dibawa ke jalur hukum. Nantinya, semua upaya tersebut bermuara pada ketahanan pangan yang mengacu pada penjagaan keamanan konsumen.
Selain memperkuat badan karantina, pemerintah mesti serius meningkatkan hasil produksi buah dalam negeri. Misalnya dengan memberi subsidi benih dan pupuk, serta terlibat dalam perlindungan mekanisme pemasaran.
“Bagaimana penyimpanan buah agar tahan lama, bagaimana akses pasar agar petani dapat memasukkan produknya ke pasar tradisional sampai supermarket, ini mesti dipermudah,” terangnya.