REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Masyarakat Papua kecewa dengan sikap pemerintah pusat yang melanjutkan nota kesepakatan amandemen karya dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) selama enam bulan kedepan.
Perusahaan asal Amerika Serikat yang telah beroperasi selama 40 tahun di Indonesia ini dinilai tidak menunjukkan komitmennya untuk membangun smelter sesuai dengan ketentuan UU Minerba.
"Rakyat Papua mengancam akan menutup Freeport jika tidak ada keberpihakan dari pemerintah," kata anggota DPD RI dari Papua, Mesakh Mirin, Rabu (28/1).
Menurut Mesakh Mirin, saat ini rakyat Papua yang hidup dibawah garis kemiskinan sebesar 30 persen. Padahal, Freeport merupakan tambang emas terbesar di dunia.
Mirin berharap, Presiden Jokowi mendesak Freeport untuk segera membangun smelter di Papua bukan di Gresik.
Anggota DPD RI Papua lainnya, Carles Simaremare menegaskan, jangan sampai kebijakan pemerintah membuat rakyat Papua semakin membenci pemerintahan Jokowi-JK. Sebab, selama ini ternyata pemerintah daerah tidak dilibatkan untuk membahas tentang Freeport.
"Jika smelter tidak dibangun di Papua, akan membuat rakyat Papua semakin benci dengan pemerintah pusat," kata dia.
Selama ini, imbuh dia, pemerintah lokal hanya dianggap sebagai pemadam gejolak masyarakat Papua. Sedangkan untuk pembahasan lainnya, pemerintah daerah hanya menjadi penonton saja.
Simaremare menambahkan, tidak ada alasan lagi bagi Freeport untuk mengelak karena mereka memiliki dana yang besar untuk membangun smelter. Selain itu, tanah untuk smelter juga masih tersedia luas.