REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar ekonomi syariah, KH Didin Hafidhuddin menyambut baik usulan YLKI agar perusahaan makanan dan minuman memiliki kepala eksekutif halal. Sebab, produk konsumsi yang halal sangat esensial bagi umat Islam sehingga penanganannya tidak boleh sembarangan.
Kehalalan makanan, obat dan kosmetika harus dipastikan sejak masih bahan baku. ''Pejabat korporasi yang punya komitmen dengan menangani kehalalan perlu ada. Sehingga produk benar-benar terjamin,'' kata KH Didin kepada ROL, Kamis (22/1).
Untuk itu, ada dua pendekatan yang bisa dilakukan. Pertama penyampaian esensi makanan halal bagi konsumen Muslim. Ke dua melalui pendekatan regulasi.
Regulasi yang ada juga butuh komitmen penerapan yang kuat dari regulator. Itu sebabnya law enforcement juga penting.
''Industri kan orientasinya bisnis. Regulasi bisa saja ada, tapi akan lambat diterapkan jika tidak ada sanksi bagi yang melenceng,'' ungkap KH Didin.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodiq Mudjahid, mengatakan undang-undang nomor 33/2014 tentang jaminan produk halal sebenarnya memudahkan produsen memproduksi produk halal.
Ia yakin pengawasan media, pemerintah dan DPR akan membantu itu berjalan. Industri juga tidak masalah, jika pun ada itu karena informasinya belum lengkap didapat.
''Industri ingin laku, pasar terbesar adalah Muslim. Harusnya senang karena produk bisa laku dan punya legitimasi, daripada ditolak,'' kata Sodiq usai menghadiri Milad LPPOM MUI.
Halal haram, lanjut dia, bukan hanya soal dosa atau tidak, tapi juga soal kualitas. Jepang sudah sadar itu, maka mereka menjadikan Indonesia sebagai peluang pasar. Tinggal bagaimana merumuskan halal yang identik dengan sehat.