REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi (5/1) melemah sebesar 15 poin menjadi Rp12.535 dibandingkan sebelumnya Rp12.520 per dolar AS.
Kepala Riset Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan kembali meningkatnya ekspektasi pasar terhadap Bank Sentral AS atau Federal Reserve yang akan menaikkan suku bunganya pada pertengahan tahun ini menjadi salah satu sentimen negatif bagi mata uang rupiah.
"Rencana the Fed menaikkan suku bunga masih sesuai jalur, kondisi itu membuat laju mayoritas mata uang di negara-negara kawasan Asia serta Euro juga mengalami pelemahan," kata Reza.
Dari dalam negeri, menurut dia, sentimennya juga relatif negatif dimana data makroekonomi yang diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir pekan lalu (Jumat, 2/1) belum sesuai harapan sehingga membuat nilai tukar rupiah bergerak melemah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan November 2014 mengalami defisit 420 juta dolar AS. Sementara inflasi Desember 2014 mencapai 2,46 persen, lebih tinggi dari perkiraan Bank Indonesia (BI) yang sebesar 2,1-2,2 persen.
Meski begitu, ia mengharapkan penyempurnaan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank dan Surat Edaran Ekstern Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank, diharapkan mampu menjaga rupiah tidak tertekan lebih dalam.
"Kebijakan itu diharapkan mampu menyelaraskan praktik umum kegiatan usaha di dalam negeri serta upaya mendorong pembangunan infrastruktur sehingga ekonomi Indonesia ke depan lebih baik," katanya.