Ahad 04 Jan 2015 21:30 WIB

Beresiko Tinggi, BI Sempurnakan Aturan ULN

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Hutang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Hutang Luar Negeri. Pekerja mengerjakan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (20/8).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia menyempurnakan aturan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) bagi korporasi nonbank. BI menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.

Selain itu juga Surat Edaran Ekstern Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.  Kedua aturan tersebut merupakan penyempurnaan ketentuan sebelumnya, Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/20/PBI/2014 tanggal 28 Oktober 2014 perihal yang sama.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter (DKEM) BI Juda Agung mengatakan penerbitan aturan tersebut bertujuan menyelaraskan dengan praktek umum kegiatan usaha. Kemudian upaya mendorong pembangunan infrastruktur serta menyelaraskan dengan ketentuan Bank Indonesia lainnya yang akan dikeluarkan.

Menurutnya, jumlah ULN swasta terus meningkat, bahkan melebihi jumlah ULN Pemerintah. Data per Oktober 2014 menunjukkan ULN Swasta mencapai 161,3 miliar dolar AS atau 54,8 persen dari total ULN yang sebesar 294,5 miliar dolar AS.

Bagi Bank Indonesia, ucap dia, ULN swasta tersebut rentan terhadap sejumlah risiko. Terutama risiko nilai tukar (currency risk), risiko likuditas (liquidity risk), dan risiko beban utang yang berlebihan (overleverage risk). "Risiko ULN swasta juga semakin tinggi karena prospek perekonomian masih diliputi oleh berbagai ketidakpastian,” ujar dia pekan lalu.

BI memperkirakan likuiditas global akan mengetat bersamaan dengan berakhirnya kebijakan moneter akomodatif di Amerika Serikat. Pada saat yang sama, ekonomi negara-negara emerging market yang menjadi mitra dagang utama Indonesia diperkirakan masih akan mengalami perlambatan. Disertai dengan harga komoditas ekspor di pasar internasional yang masih rendah.

Kondisi tersebut menyebabkan beban pembayaran ULN berpotensi meningkat, sebaliknya kapasitas membayar ULN berpotensi menurun. Atas dasar itu, BI pun mengeluarkan pokok-pokok penyempurnaan yang termuat dalam PBI dan SE tersebut.

Antara lain penyesuaian terhadap cakupan komponen Aset dan Kewajiban Valuta Asing, ketentuan terkait pemenuhan kewajiban Lindung Nilai, serta ketentuan terkait pemenuhan kewajiban Peringkat Utang.

Selanjutnya penyesuaian terhadap cakupan komponen Aset dan Kewajiban Valas. Penyesuaian itu antara lain, dilakukan dengan memperhitungkan piutang kepada Bukan Penduduk dan piutang kepada Penduduk yang memenuhi persyaratan tertentu sebagai Aset Valas.

Selain itu juga persediaan (inventory) sebagai komponen Aset Valas bagi Korporasi yang berorientasi ekspor dan utang dagang (trade credit) sebagai komponen Kewajiban Valas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement