REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Harapan pembangunan infrastruktur berkualitas dan berkeadilan dinilai masih menjadi retorika politik. Hal tersebut tampak dari belum efektifnya pemerintah dalam menginvestasikan belanja modalnya terutama di bidang infrastruktur.
Koordinator Sekretariat Tripartit UI-ITB dan UGM Danang Parikesit memaparkan, kajian BAPPENAS pada 2014 menunjukkan nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia sebesar 5,12. "ICOR digunakan sebagai indikator makro tentang kemampuan belanja modal termasuk infrastruktur dalam mendongkrak ekonomi," kata dia, Kamis (18/12).
ICOR 5,12, kata dia, artinya setiap pertumbuhan satu persen perekonomian nasional maka Indonesia membutuhkan 5,12 persen pertumbuhan investasi dan infrastruktur. Semakin besar nilai ICOR, maka investasi belanja modal akan semakin tidak efektif. Sebab, ICOR yang ideal ada pada angka 3,00.
Dibandingkan dengan ICOR negara berkembang lainnya dengan skala penduduk dan struktur demografi yang mirip, Indonesia maaih tertinggal di belakang. Brazil memiliki nilai ICOR 2,55 persen, Rusia 3,41 persen, Cina 4,36 persen dan India 4,92 persen. Hal tersebut memperlihatkan pemerintah Indonesia belum mampu meningkatkan daya ungkit atau leverage dari infrastruktur untuk menggerakkan perekonomian indonesia.
Danang menambahkan, infrastruktur harus berprinsip pada nilai kinerja, bukan dari aset fisik yang dibangun nilainya. Pemerintah mesti mencatat hal ini sehingga ke depan, ia tidak hanya mengungkap keberhasilan infrastruktur dari berapa kilometer jalan yang dibangun, tapi dari biaya perjalanan atau kecepatan perjalanan yang dihasilkan.
Nilai kinerja, lanjut dia, juga bisa diungkapkan dari jumlah pelabuhan yang dilaksanakan. Bukan dari berapa hari proses pelayanan pelabuhan bisa diselesaikan.