REPUBLIKA.CO.ID, KOTABARU - Budidaya udang sampai saat ini masih menjadi primadona. Harga udang yang relative tinggi, pasar yang masih terbuka lebar, teknologi yang sudah di kuasai dan serangan penyakit yang sudah dapat di atasi menjadi alasan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, menyatakan potensi lahan budidaya udang yang masih cukup luas dan meningkatnya animo masyarakat dalam berbudidaya udang mendorong pemerintah untuk terus memberikan pendampingan. Agar budidaya udang yang saat ini sedang dilaksanakan tetap memperhatikan kondisi lingkungan baik di dalam tambak maupun di sekitar tambak, sehingga usaha budidaya udang yang dilakukan dapat berkelanjutan.
Salah satu percontohan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) adalah tambak percontohan budidaya udang windu di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Slamet menambahkan bahwa untuk menuju usaha budidaya udang yang berkelanjutan, perlu memperhatikan tiga aspek utama yaitu teknologi, social ekonomi dan budidaya ramah lingkungan.
“Teknologi perlu diterapkan dalam berbudidaya udang untuk mencapai efisiensi dan meningkatkan kualitas produksi udang. Kemudian yang perlu diperhatikan adalah peningkatan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat sekitar sehingga mereka juga merasakan keberhasilan petambak dan sekaligus mampu menyerap tenaga kerja di sekitar lingkungan tambak”, tambah Slamet.
Aspek ketiga yaitu budidaya ramah lingkungan juga tidak kalah penting untuk diperhatikan. Budidaya ramah lingkungan saat ini mutlak diperlukan, karena budidaya udang dituntut untuk dapat mengurangi limbah usaha budidaya udang dan tetap mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Hal ini akan mengurangi resiko munculnya penyakit dan sekaligus menghindari kerugian dari usaha budidaya udang.. Pembudidaya harus memperhatikan lingkungan sehingga dapat berbudidaya secara berkelanjutan”, papar Slamet.