Senin 15 Dec 2014 09:22 WIB

Indonesia Harus Miliki Direktorat Khusus Pariwisata Syariah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Hotel syariah (ilustrasi)
Foto: Republika/Aditnya Pradana Putra
Hotel syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Melihat potensi yang besar di Indonesia, jaringan hotel internasional menunjukkan minat untuk menjadi hotel syariah. Industri halal seperti hotel, makanan dan pariwisata memang kini sedang naik daun.

Hal ini seiring perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang mengarah kepada syar'i.Pernyataan ini sampaikan Ketua Asosiasi Hotel dan Restoran Syariah Indonesia (AHSIN), Riyanto Sofyan di Jakarta Islamic Center akhir pekan lalu.

Sayangnya, pemerintah seperti setengah hati dalam mengembangkan pariwisata. Meski sudah ada aturan, namun pemerintah khususnya Kementerian Pariwisata belum mendirikan direktorat khusus syariah.

Negara seperti Malaysia bahkan telah memiliki Dirjen Islamic Tourism Center. Ia menilai Indonesia setidaknya harus punya juga direktorat, tidak usah direktorat jenderal dulu, yang khusus menangani wisata syariah di Kementerian Pariwisata.

Harus ada juga kerja sama dengan pihak yang berkaitan dengan itu semua. Ada peraturan yang mendorong agar resto di mal bersertifikat halal, mushala memadai di stasiun dan bandara. ''Thailand saja yang Muslimnya tiga persen punya mushala yang besarnya cukup untuk jamaah shalat Jumat,'' kata Riyanto.

Sejak 2002, para pelaku wisata syariah sudah coba kenalkan pariwisata syariah. Tapi baru pada 2012 ada launching wisata syariah dan keluar undang-undang nomor 10/2009 tentang pedoman usaha pariwisata yang dikuatkan Peraturan Menteri Pariwista nomor 2/2014 tentang pedoman hotel syariah.

Saat ini Indonesia baru memiliki 25 hotel syariah, 300 restoran halal, tiga spa syariah dan satu agen perjalanan syariah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement