REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Industri global untuk produk dan jasa yang menerapkan standar syari’ah atau halal diharapkan lebih berkembang di tahun yang akan datang.
Seperti dilansir Muslim Village (12/12) Industri ini diprediksi meningkat dari tahun lalu sebesar 2 triliun menjadi 3,7 triliun pada 2019 disebabkan semakin banyaknya negara-negara non muslim yang turut ambil bagian.
Dipublikasikan oleh Pusat Pengembangan Ekonomi Syari’ah dan Pemerintah Dubai serta didukung Dinar Standard, penyebaran sektor ekonomi syari’ah seperti perbankan syari’ah, makanan halal atau busana religi, gaya gidup dan jasa perjalanan berbasis syari’ah atau religi bukan saja diterapkan dalam dunia Islam, “Namun juga menjadi sebuah fenomena internasional,” kata Ketua Eksekutif Pusat Pengembangan Ekonomi Syari’ah, Abdullah Al Awar.
Terkait dengan produksi busana muslim tradisional seperti kerudung untuk wanita, telah ada dua negara non muslim seperti China dan Italia telah memimpin. Sementara itu untuk industri makanan halal telah mencapai 16 persen dari industri pangan global.
Hampir semua kota-kota besar di Cina memiliki restoran dengan menu makanan halal bagi warga muslim yang membuat jumlah wisatawan muslim dari Arab dan Asia Tenggara semakin meningkat. Sementara Australia hadir menjadi produsen utama daging halal di kawasan Asia Pasifik.
Agama Islam melarang penggunaan bunga dalam hal pembiayaan. Selain itu Islam juga melarang mengkonsumsi alkohol, daging babi, dan memproduksi senjata serta hiburan orang dewasa. Ekonomi yang halal berbasis syari’ah siap tumbuh sebesar 10,8 persen pertahunnya.