REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kian melemah. Deputi Gubernur Bank Indonesia Hendar mengatakan pelemahan rupiah lebih dikarenakan faktor eksternal.
Penyebabnya, kata Hendar, karena adanya kebijakan normalisasi moneter yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat (the Fed). Kebijakan yang akan diikuti oleh kenaikan suku bunga itu, telah meningkatkan permintaah terhadap dolar.
"Semoga saja permintaan terhadap dolar menurun sehingga rupiah bisa lebih stabil," kata Hendar di kantor Bank Indonesia, Kamis (4/12). Bukan hanya itu yang menjadi faktor melemahnya rupiah. Hendar menyebut faktor lainnya juga karena dipengaruhi sentimen negatif pasar global.
Hendar mengatakan pelemahan rupiah sebenarnya memiliki dampak positif untuk meningkatkan kinerja ekspor. Maklum, pelemahan rupiah akan membuat para eksportir mendapatkan keuntungan karena biaya produksinya di Indonesia yang menggunakan rupiah, namun akan mendapatkan dolar dari hasil penjualannya di luar negeri.
"Nilai tukar saat ini harus diarahkan untuk mendorong daya saing ekspor," ujarnya.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan pelemahan rupiah terjadi karena pengaruh menguatnya dolar efek dari kebijakan normalisasi moneter Amerika. "Mata uang dolar sedang menguat terhadap semua mata uang di dunia. Khususnya negara berkembang seperti Turki, India, Afrika Selatan, dan juga Indonesia," Bambang mengatakan.
Bambang menambahkan, pemerintah akan terus menjaga fundamental ekonomi guna menstabilkan nilai tukar. Salah satu cara menjaga fundamental tersebut sudah dilakukan dengan menaikkan hargaa BBM bersubsidi.
Kenaikan BBM, ujar Bambang, akan mempengaruhi impor migas yang selama ini menjadi penyebab besar defisitnya neraca perdagangan dan transaksi berjalan.
"Fundamental perlu kita jaga. Kalau defisit berkurang, maka rupiah akan menguat," ujarnya. Sejak 2011, nilai rupiah memang mengalami tren pelemahan. Saat ini, rupiah bahkan melorot ke posisi terendah dalam enam tahun terakhir di level Rp 12.323 per dolar AS.