Rabu 03 Dec 2014 15:48 WIB

Pertamina: DPR Belum Paham Kerja Sama RI-Angola

Pertamina
Foto: borneomagazine.com
Pertamina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) menanggapi komentar pihak DPR RI yang mengaku bisa menganulir niat kerja sama jual beli minyak mentah antara pemerintah RI dengan perusahaan asal Angola, Sonangol EP.

"Saya pikir masalahnya karena informasi yang belum jelas. Kita akan jelaskan plus minusnya. Keputusan memang di sana (DPR RI), tapi mohon maaf saja mereka belum tahu secara menyeluruh sudah komentar," kata Direktur PT Pertamina (Persero) Ahmad Bambang di sela-sela acara Pertamina Energy Outlook 2015 di Jakarta, Rabu (3/12).

Ahmad yang baru saja terpilih menjadi direksi utama perusahaan minyak plat merah itu menjelaskan sejumlah syarat dalam nota kesepahaman dengan Sonangol hingga saat ini belum terpenuhi. Hal itu pulalah yang membuat adanya ketidakpastian pihak Sonangol menepati janjinya untuk memberikan diskon harga 15 dolar per barel.

Namun, Ahmad optimistis kerja sama dengan Sonangol sesuai dengan rencana di mana pemerintah bisa melakukan penghematan hingga 25 persen untuk minyak mentah impor.

"Tapi bukan berarti tidak ada gunanya MoU dengan Sonangol. Kalau 'join venture' ini terpenuhi kita bisa dapat diskon banyak," ujarnya.

Ahmad juga mengatakan jika DPR RI nanti benar-benar menolak transaksi dengan Sonangol, pihaknya akan mencari produsen lain guna mengembalikan fungsi kilang minyak yang juga bisa menjamin pasokan minyak mentah.

"Kalau sekarang kilang kita 'upgrade' dan kita tambah baru, yang kita olah juga tidak ada. Makanya kami harus cari mitra lain yang bisa mengembalikan kilang sekaligus menjamin ketersediaan minyak mentah," katanya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Pertamina melakukan kerja sama pembelian minyak dari perusahaan minyak asal Angola, Sonangol EP.

Sonangol berencana memasok 100.000 barel per hari minyak mentah untuk diolah di kilang Pertamina. Pembelian minyak ke Angola diperkirakan bisa menghemat sebanyak 2,5 juta dolar AS per hari atau setara Rp 15 triliun dalam satu tahun karena negara Afrika tersebut memasang tarif lebih murah 15 dolar AS per barel dari harga pasaran.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement