REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak di pasar internasional naik kembali dengan tajam pada Senin (1/12) atau Selasa WIB, setelah mencapai titik terendah dalam lima tahun. Pekan lalu, harga minyak semoat terjun bebas 10 dolar AS per barel.
Di AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari ditutup pada 69,00 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, naik 2,85 dolar AS dari tingkat penutupan Jumat lalu, yang menghantam titik terendah sejak September 2009. Dalam pra-pasar perdagangan elektronik, WTI merosot ke serendah 63,72 dolar AS, tingkat yang terakhir terlihat pada Juli 2009.
Di London, minyak mentah Brent untuk pengiriman Januari naik 2,39 dolar AS menjadi menetap di 72,54 dolar AS per barel. Sebelumnya Brent jatuh ke 67,53 dolar AS per barel.
Harga minyak telah merosot sejak Juni didorong oleh meningkatnya pasokan dan melambatnya pertumbuhan permintaan di seluruh dunia. Penurunan dipercepat pada pekan lalu karena keputusan OPEC untuk mempertahankan batas atas (pagu) produksi meskipun pasokan global berlimpah.
"Pasar minyak telah berbalik lebih tinggi dari tingkat yang lebih rendah selama perdagangan overnight ... didasarkan pada evaluasi teknis yang jatuh 9,00 dolar AS sejak Rabu (26/11) yang sudah cukup untuk mengekspresikan kekecewaan atas keputusan OPEC," kata Timothy Evans dari Citi Futures.
Andy Lipow dari Lipow Oil Associates mengatakan, pasar masih melihat dampak potensial dari kebijakan OPEC yang tidak berubah, termasuk masa depan produksi minyak mentah serpih (shale oil) biaya tinggi dari AS.
"Sekarang OPEC telah menyatakan perang harga pada minyak dengan anggota non-OPEC, orang sedang melihat apakah tingkat pertumbuhan produksi minyak di AS akan diperlemah oleh harga minyak yang lebih rendah," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa ada "beberapa short covering" karena investor yang telah bertaruh pada penurunan harga minyak dikunci dalam keuntungan setelah penurunan tajam.