REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) 2015, sejumlah sektor industri mulai melakukan persiapan. Salah satunya yakni industri jasa konstruksi.
Sektor konstruksi dinilai sebagai industri yang mampu menampung tenaga kerja dalam jumlah besar. Tak hanya itu, pasar jasa konstruksi juga terus berkembang dan menjadi salah satu faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi, di balik perkembangannya yang pesat industri jasa konstruksi nasional masih harus meningkatkan daya saing agar siap menghadapi MEA 2015. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Konstruksi dan Pertanahan, Bambang Sujagad mengatakan, sebagian besar perusahaan jasa konstruksi di daerah belum siap menghadapi MEA 2015.
Hal ini dikarenakan industri konstruksi nasional masih dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga perusahaan yang ada di daerah tertinggal. “Sekitar 77 persen pasar konstruksi masih dikuasai oleh perusahaan pelat merah, yang jumlahnya hanya lima persen di Indonesia,” ujar Bambang di Jakarta, Kamis (27/11).
Bambang mengatakan, BUMN jasa konstruksi merupakan sektor industri yang paling siap dalam menghadapi MEA 2015. Akan tetapi, kesiapan tersebut tidak sejalan dengan industri jasa konstruksi nasional secara keseluruhan yang kalah bersaing dengan perusahaan pelat merah. Menurutnya kondisi tersebut dapat mematikan perusahaan konstruksi di daerah.
Kesiapan menghadapi persaingan pada MEA 2015 tidak hanya dilakukan oleh industri terkait namun juga pemerintah dalam melaksanakan peraturan. Agar ada pemerataan, Bambang meminta dibukanya kesempatan bagi industri konstruksi di daerah untuk bisa masuk dalam proyek pembangunan nasional.
Apalagi, di era pemerintahan baru memiliki program menggenjot perbaikan infrastruktur di daerah. “Pekerjaan-pekerjaan yang memakai dana APBN maupun non APBN di bawah Rp. 30 miliar hendaknya bisa diberikan kepada pengusaha jasa konstruksi di daerah,” ujar Bambang.
Menurut Bambang, perusahaan BUMN sudah kompetitif dan lebih baik fokus pada proyek-proyek besar serta meningkatkan daya saing dengan industri konstruksi luar negeri. Bambang mengatakan, Indonesia perlu meningkatkan nilai tambah agar daya saing semakin kompetitif.
Peningkatan daya saing tersebut dapat ditunjang dengan pembentukan regulasi dan kebijakan persaingan pembangunan infrastruktur, sertifikasi pelaku industri dan jasa konstruksi, serta peningkatan keahlian dan keterampilan.
Sejak 2013 pasar konstruksi nasional mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni mencapai Rp. 369 triliun, sedangkan pada 2012 hanya sekitar Rp. 284 triliun. Sementara itu, pada 2014 sektor ini mengalami peningkatan mencapai Rp. 407 triliun Pertumbuhan konstruksi di Indonesia setiap tahun terus meningkat melebihi pertumbuhan ekonomi.
Sesuai dengan visi misi pemerintah baru, Kadin memperkirakan pasar untuk jasa konstruksi akan tumbuh hingga 40 persen pada 2015. Hal ini dikarenakan cita-cita Indonesia menjadi poros maritim dunia, sehingga dipastikan program pengembangan konstruksi maritim akan menjadi peluang besar.