Senin 24 Nov 2014 16:49 WIB

Pemungutan Pajak harus Sesuai Kemampuan Koperasi dan UMKM

Rep: C78/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Koperasi pesantren.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Koperasi pesantren. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) telah menerima usulan dari masyarakat yang terdiri dari gerakan koperasi hasil diskusi untuk menyempurnakan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 46 tahun 2013.

Dalam upayanya, Asisten deputi asuransi dan jasa keuangan Kementerian Koperasi dan UMKM Toto Sugiono menerangkan, pemungutan pajak bagi Koperasi dan UMKM disesuaikan dengan keadaan dan pendapatan dari masing-masing koperasi.

“Jadi bukan ada penghapusan, tapi kita menerima masukan dari praktisi dan gerakan koperasi agar kalau ada koperasi yang sedang merugi atau belum mampu membayar pajak, bisa diangsur pembayarannya,” kata dia kepada ROL pada Senin (24/11).

Dijelaskan Toto, peredaran hasil usaha alias omset koperasi simpan pinjam (KSP) menjadi komponen dasar pengenaan pajak. Namun pada prinsipnya, koperasi menganut azas kekeluargaan yang mana keuntungannya dari oleh dan untuk anggota.

Sehingga, pendapatan koperasi dari anggota sudah sepantasnya mendapatkan perlakuan khusus.  Terkait pemungutan pajak, lanjut dia, berdasarkan usulan tersebut, Kementerian menerima usulan penyempurnaan PP agar peredaran usaha omset koperasi dengan pendapatan Rp 0 sampai kurang dari Rp 2,5 miliar per tahun dikenakan tarif pajak penghasilan sebesar 0,5 persen per bulan. Sementara bagi koperasi dengan pendapatan Rp 2,5 – kurang dari Rp 4,8 miliar, dikenakan tarif pph sebesar satu persen per bulan.

Makanya, proses penyempurnaan PP ditempuh dengan melakukan banyak perbincangan, temu konsultasi, bimbingan teknis, sosialisasi dan pembahasan mendalam yang melibatkan para pengamat, konsultan perpajakan dan pelaku ekonomi itu sendiri, agar hasil dan manfaat dari penyempurnaan PP dapat dirasakan oleh koperasi. 

Dijelaskannya, sebab penarikan pajak tidak boleh sampai menambah beban koperasi, khususnya pada usaha mikro yang juga memperhitungkan biaya yang telah mereka keluarkan dalam merintis usahanya.

Harus ada pemilahan, kata dia, sebab tidak bisa disama ratakan antara koperasi dan UKM yang telah bagus pendapatannya dengan mereka yang tengah merugi atau merintis keuangan.

“Kita mengusulkan agar mereka yang tengah merugi itu diberi kesempatan mengangsur pembayaran sesuai kemampuan,” tuturnya. Sebab pada saatnya, ketika mereka siap dan mampu, barulah pajak bisa dibayarkan.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement