Rabu 19 Nov 2014 20:27 WIB

'Indonesia Tak Perlu Ratifikasi FCTC'

Meningkatnya angka perokok di Asia diprediksi akan memicu naiknya angka penderita kanker paru.
Foto: Prayogi/Republika
Meningkatnya angka perokok di Asia diprediksi akan memicu naiknya angka penderita kanker paru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan bahwa Indonesia tidak perlu mengadopsi atau meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) karena telah memiliki peraturan pengendalian produk tembakau yang sudah sangat memadai.

"Indonesia telah memiliki peraturan pengendalian produk tembakau yang sudah sangat memadai yaitu Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan," kata Menperin Saleh, Rabu (19/11).

Menperin mengatakan, PP ini telah mengadopsi sebagian besar pasal-pasal dalam panduan FCTC, di samping beberapa peraturan Menteri telah pula diberlakukan dalam rangka mengawasi dan mengendalikan dampak rokok terutama terhadap kesehatan masyarakat. FCTC merupakan salah satu perjanjian internasional yang paling cepat diratifikasi dalam sejarah PBB, di mana perjanjian ini merupakan perjanjian supranasional yang bertujuan melindungi generasi saat ini dan yang akan datang dari efek merusak konsumsi tembakau pada kesehatan, sosial, lingkungan, dan ekonomi dan membatasi penggunaannya dalam bentuk apapun di seluruh dunia.

"Oleh karena itu, Kemenperin berketetapan bahwa pemerintah Indonesia tidak perlu mengadopsi dan meratifikasi karena peraturan perundang-undangan yang ada sudah sangat memadai untuk mengawasi dan mengendalikan industri rokok nasional," kata Menperin.

Menurutnya, Kemenperin sedang menyusun roadmap produksi industri hasil tembakau 2015-2019 agar dapat diketahui perkiraan perkembangan produksi rokok dalam 5 tahun ke depan. "Semoga roadmap ini dapat menjadi referensi bagi kementerian terkait lainnya untuk menyusun rodamap produksi tembakau dan cengkeh bagi Kementerian Pertanian, roadmap cukai bagi Kementerian Keuangan dan roadmap kesehatan masyarakat bagi Kementerian Kesehatan," ujar Menperin.

Menperin mengatakan, industri rokok menyerap banyak tenaga kerja, terutama buruh linting dan menciptakan efek ganda perekonomian skala kecil-mikro seperti para petani tembakau, petani cengkeh, para penjual rokok maupun skala yang menengah besar seperti industri kertas rokok, industri kemasan, percetakan, para distributor, jasa angkutan dan lain-lain.

Menperin menambahkan, tidak kurang dari enam juta orang terlibat dalam kegiatan industri ini, baik langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu, pemerintah perlu menjaga eksistensi dan daya saingnya melalui kebijakan berimbang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement