REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Panjangnya jalur pipa minyak dan gas (migas) yang terletak pada area kerja terpencil melintasi beberapa wilayah memerlukan peningkatan kualitas sistem pengamanan.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menemukan kasus kebocoran pipa yang disengaja akibat aktivitas illegal tapping paling marak terjadi di Sumatra Selatan dan Riau.
"Volumenya sangat besar mencapai dua ribu barel per hari (bph) atau merugikan negara sekitar dua miliar rupiah per hari," ujar Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana dijumpai Republika, di Nusa Dua, Rabu (19/11).
Pencurian minyak dengan cara membolongi pipa minyak ini, kata Gde, sering terjadi pada jalur pipa yang menghubungkan Tempino di Jambi dan Plaju di Sumatra Selatan. Jalur pipa ini menyalurkan minyak mentah ke kilang PT Pertamina Refineri Unit III Plaju sepanjang 260 kilometer (km). Kapasitas angkutnya mencapai 24 ribu bph.
Illegal tapping lainnya sering terjadi di jalur pipa Bangko di Dumai milik PT Chevron Pacific Indonesia. Pipa ini mengalirkan minyak 300 bph dan menjadi urat nadi produksi minyak nasional. Pipa yang dilubangi dengan sengaja ini sering kali mengakibatkan kebakaran dan memakan korban.
"Konsep pengamanannya harus berlapis dengan menggandeng TNI dan Polri. Apalagi, kencenderungan illegal tapping ini merambah ke lokasi lain, tak hanya Sumatra Selatan dan Riau," kata Gde.
SKK Migas mencatat adanya 103 kasus gangguan keamanan sektor hulu migas hingga September 2014. Gde mengatakan mayoritas kasus itu terjadi di Sumatra Selatan.
Guru Besar Ekonomi Energi ITB, Purnomo Yusgiantoro mengatakan kegiatan hulu migas memerlukan pengamanan strategis dan taktis. Alasannya, migas merupakan kontributor utama APBN mencapai 30 persen, disusul pertambangan umum 2,5-5 persen, dan kontribusi investasi langsung dari luar negeri (FDI) sekitar 15-20 miliar dolar AS.
"Koordinasi yang baik antara pengelola hulu migas dengan jajaran politik, hukum, dan keamanan, seperti TNI, Polri, pemerintah pusat dan daerah," ujar Purnomo.
Menurut mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini, ancaman dari dalam negeri sering menjadi bagian dari kegiatan pengamanan. Ada setidaknya 310 wilayah kerja migas dan 75 di antaranya sedang beproduksi, termasuk sumur-sumur minyak tua.
Banyak dari sumur migas itu berada di wilayah strategis yang berbatasan dengan negara lain, seperti Ambalat. Purnomo mengatakan, ada juga sumur yang berada dalam wilayah teritorial Indonesia yang sulit dijangkau jalan darat dan laut, bahkan di lokasi terpencil (remote).