REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Gerindra meminta Presiden Joko 'Jokowi' Widodo mencabut keputusannya dalam menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Gerindra menilai, kenaikan harga BBM bersubsidi saat ini tidak tepat.
"Gerindra ingin Presiden Jokowi mencabut kebijakan tersebut dan mengembalikan ke (harga) awal," kata Ketua Fraksi Gerindra Ahmad Muzani di kantor fraksi di gedung DPR, Rabu (19/11).
Gerindra mengancam akan menggunakan hak-hak konstitusional dewan seperti hak interpelasi ataupun hak angket jika permintaan tersebut tidak ditanggapi. Menurut Muzani, harga minyak mentah dunia mengalami penurunan sampai 73,6 dollar per barel. Padahal, kata dia, subsidi dalam asumsi di APBNP 2014 ditetapkan sebesar 105 dollar per barel.
Dia melanjutkan, kurs rupiah terhadap dollar dalam asumsi untuk subsidi BBM sebesar Rp 11.600. Tetapi kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar saat ini hanya 4 persen. Menurutnya, kenaikan itu tidak cukup signifikan untuk memaksa pemerintah menaikkan harga BBM. "Tetapi, Presiden Joko menaikkan harga BBM lebih dari 30 persen," katanya.
Kebijakan yang dilakukan Jokowi, lanjutnya, bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah negara lain. Muzani mengatakan, saat ini masyarakat internasional sedang berpestapora menikmati turunnya harga minyak mentah dunia.
Malaysia dan Amerika, kata dia, menurunkan harga BBM mereka. Bahkan, Cina menurunkan harga BBM sebanyak tujuh kali saat harga minyak mentah terus turun. "Tetapi di Indonesia justru sebaliknya," ujarnya.
Muzani menambahkan, kenaikan harga BBM saat ini hanya akan menyebabkan kenaikan angka pengangguran dan menambah jumlah kemiskinan. Sebab, dampak kenaikan kenaikan BBM sebesar Rp 2.000 akan menyebabkan kenaikan inflasi sebesar 3 persen. Sementara, pemerintah tidak menyiapkan antisipasi terhadap hal tersebut.