REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Pengamat ekonomi Izzac Tonny Matitaputty mengatakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) harus menggunakan sistem kuota bagi kawasan timur dan barat Indonesia karena proses pembangunan di dua wilayah itu tidak merata.
"Untuk mengatasi kekurangan BBM, seharusnya pengurangan subsidi tidak dilakukan di semua daerah, tetapi menggunakan sistem kuota, kawasan timur tetap dengan kuota yang sekarang, tidak ada kenaikan BBM," kata dosen Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon itu di Ambon, Kamis.
Ketua Jaringan Peneliti Ekonomi Indonesia Timur (Japeit) itu mengatakan sistem kuota harus digunakan karena selama ini 80 persen BBM bersubsidi lebih banyak dinikmati oleh masyarakat di kawasan barat Indonesia, selain itu proses pembangunan nasional telah berjalan timpang dengan gini ratio mencapai 0,43.
Pengurangan subsidi BBM secara merata tanpa sistem kuota akan berdampak pada semakin tingginya inflasi ekonomi di kawasan timur Indonesia yang wilayah geografisnya berpulau-pulau, harga transportasi dan logistik akan melonjak pesat, hal itu akan sangat menyulitkan masyarakat.
"Orang kaya dan menengah ke atas lebih banyak di kawasan barat Indonesia, DKI Jakarta misalnya, upah minimumnya sudah di atas Rp3 juta, mereka tidak perlu menggunakan premium bersubsidi, ketersediaan fasilitas pelayanan umum yang mulai dari Jawa Barat hingga Jawa Timur semuanya juga sudah merata baik," ucapnya.
Izzac mengatakan pemerintah tidak harus menaikan harga BBM dalam tahun ini karena BBM bersubsidi dalam pos APBN 2014 masih tersisa 46 juta kiloliter yang diperkirakan habis pada Desember 2014, Selain itu masih ada cadangan sebanyak 2 juta kiloliter yang bisa digunakan hingga Februari 2015.
"Saya kira pemerintah tidak punya alasan untuk menaikkan harga BBM pada saat ini karena harga minyak bumi sedang turun sekitar USD 80 ribu/Barel, sedangkan ekpektasi dalam pos APBN 2014 adalah USD 104 ribu/Barel, itu artinya pengurangan subsidi BBM baru boleh dilakukan pada saat proyeksi pos APBN 2015," ucapnya.