Selasa 11 Nov 2014 16:50 WIB

OJK: Keuangan Syariah Butuh Sinergi

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad memberi paparan dalam Forum Group Discussion ASEAN, Jakarta, Jumat (12/9). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad memberi paparan dalam Forum Group Discussion ASEAN, Jakarta, Jumat (12/9). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Selain infrastruktur memadai, perkembangan keuangan syariah yang makin canggih dan variatif membutuhkan sinergi peran berbagai pihak di semua level.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan OJK Muliaman D Hadad menjelaskan industri keuangan syariah berkembang cepat dan makin canggih. Butuh tunjangan hukum sehingga syariah compliance-nya bisa tetap terjaga dan industri tetap berjalan. Karena itu butuh pengawas mulai dari para akuntan, pakar hukum, MUI dan OJK.

Dari pihak MUI, sudah 95 dikeluarkan terkait produk keuangan syariah dan mayoritasnya masih tentang perbankan syariah. Fatwa ttg perbankan syariah ada 67 fatwa, pasar modal syariah 14 fatwa, enam fatwa tentang asuransi syariah, gadai syariah empat fatwa, serta MLM syariah dan akuntasi syariah masing-masing dua fatwa.

''Ini gambaran hari ini. OJM memprediksi industri keuangan syariah akan berkembang lebih besar, maka fatwa penting. Meski penetapan fatwa tidak sebentar dan sosialisasinya pun butuh waktu, termasuk kepada penegak hukum,'' kata Muliaman usai penanda tanganan kerja sama OJK dengan Dewan Syariah Nasional, Selasa (11/11).

Pemahaman penegak hukum atas hukum produk keuangan syariah penting karena saat ada sengketa, maka penyelesaiannya oleh pengadilan agama sehingga hakim agama juga harus paham.

Maka dari itu diskusi termasuk dengan kamar hakim agung MA terkait peran hakim dalam kasus keuangan syariah terus dilakukan OJK. Sehingga ada kepastian hukum terhadap produk keuangan syariah yang menjadi pertimbangan penting bagi pengguna. ''Maka memang perlu disiapkan infrastruktur dengan sebaik-baiknya,'' kata Muliaman.

OJK sudah tandatangani MoU dengan MA dan ke daerah-daerah untuk mensosialisasikan hukum keuangan syariah ke hakim pengadilan tinggi. Meski baru satu dua daerah, kegiatan itu akan dilanjutkan.

Infrastruktur lain adalah arbiterase syariah. Meski sudah ada, Muliaman menilai arbiterase syariah masih perlu ditata dan didukung SDM berkualitas. Dukungan akuntan juga perlu, apalagi fatwanya pun sudah ada.

''Perkembangan yang makin maju membuat kita harus melihat lebih dalam. Termasuk pembinaan dan pengembangan ahli syariah,'' ungkap Muliaman.

Yang pasti OJK juga berharap dukungan pemda, misalnya BPD syariah jadi pusat pembinaan lembaga keuangan syariah daerah. Sehingga sinergi dan penetrasi keuangan jadi lebih besar, financial inclusion yang dicita-citakan juga terwujud.

Edukasi juga perlu jadi perhatian. Makin banyak nasabah, investor dan pemegang polis, maka harus dilindungi dengan pengetahuan proteksi hukum. OJK ingin ajak MUI daerah untuk bekeja sama.

''Sudah saatnya sinergi dengan pendekatan bottom up termasuk untuk pengawasan dan pembinaan dengan melibatkan pimpinan, pelaku, akademisi, dan ulama daerah sehingga ada inisiatif daerah membuat sosialisasi sesuai kebutuhan,'' tutur dia.

Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional KH  Ma'ruf Amin mengungkapkan tidak boleh membiarkan satu hal tanpa kejelasan hukum. Selain memberi fatwa kesesuaian syariah pada produk keuangan, ada juga pengawasan pelaksanaan melalui dewan syariah di lembaga keuangan untuk menjamin proses yang berjalan tetap sesuai syariah.

''Masyarakat harus tahu pengawalan DSN seperti itu. Maka proses ini juga berkaitan dengan OJK. Karena itu kerja sama jadi keharusan,'' kata Kiai Ma'ruf.

Ia menilai masih perlu sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai keuangan syariah. Sistem keuangan syariah saat ini sudah jadi sistem nasional, dari sebelumnya banyak melalui hubungan personal dan sekarang diinstitusikan.

DSN mendorong masyrakat untuk melakukan transaksi keuangan syariah lewat institusi untuk mengurangi potensi bahaya sebab tidak ada wanprestasi dan tidak ada proteksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement