Jumat 07 Nov 2014 18:30 WIB

Pengamat: Kenaikan BBM Bahayakan Perbankan

Rep: CR05/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa (GEMA) Sulawesi Tengah melakukan aksi menolak rencana kenaikan BBM di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (5/11). (Antara/Mohamad Hamzah)
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa (GEMA) Sulawesi Tengah melakukan aksi menolak rencana kenaikan BBM di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (5/11). (Antara/Mohamad Hamzah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi akan menurunkan tingkat daya beli masyarakat juga menaikkan inflasi. Karena itu, menurut Direktur Riset Finansial Infobank Eko Supriyanto, dampak negatif dari kenaikan BBM nantinya juga akan dirasakan sektor perbankan.

"Dampak inflasi variatif. Tapi satu pengalaman yang perlu dicatat, setiap dinaikkan harga BBM, kredit bermasalah atau indikator non perfomance loan (NPL) perbankan semakin tinggi," ujar Eko kepada ROL, Jumat (7/11). 

Sementara, suku bunga perbankan naik, lanjut Eko, permintaan masyarakat menurun. "Sektor yang paling rentan memang soal kredit. BBM naik, tapi pendapatan masyarakat ga naik, masyakakat kan semakin terpukul," kata dia.

Maka, lanjut dia, pertumbuhan kredit perbankan juga akan melambat. "Pertumbuhannya tidak akan sekencang sebelumnya karena bank akan lebih menahan diri. Ekspansinya lebih pada sektor konsumsi," lanjutnya.

Terlebih, jika Amerika Serikat yaitu The Fed menaikkan suku bunga di awal tahun, menurut Eko, maka akan memperparah kondisi perbankan. "Perbankan akan seolah terpukul atau sekaligus disodok dua kali yaitu dari kredit bermasalah dan likuiditas," katanya.

Maka, tambah dia, perbankan harus siap menghadapi itu. BI rate juga diperkirakan naik 0,25 sampai 50 basis poin. "Jadi bank-bank harus siap akan tergerus terus keuntungannya," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement