Rabu 05 Nov 2014 19:11 WIB

Jelang Kenaikan, Konsumsi BBM Bersubsidi Meroket

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Antrean BBM di SPBU (ilustrasi)
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Antrean BBM di SPBU (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi melonjak 12 persen karena isu kenaikan tarif BBM bersubsidi. Lonjakan konsumsi terbesar terjadi di Sumatera.

Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya mengatakan, stok BBM nasional dihitung dari stok BBM dibagi dengan kebutuhan harian. Stok premium cukup untuk 16 hari dan solar 19 hari. Jadi, stok BBM nasional dinilai aman.

Dia mengimbau masyarakat agar tidak melakukan tindakan spekulasi atau penimbunan karena isu kenaikan tarif BBM bersubsidi. Pasalnya, tindakan tersebut tidak berguna.

Hanung mengatakan, konsumsi premium normalnya 81 ribu kiloliter (kl) per hari. ''Kemarin sempat mencapai 96 ribu saat isu kenaikan BBM,'' ujar dia.

Menurut dia, dalam dua minggu terakhir rata-rata kenaikannya 90 ribu kl per hari. Selain itu solar pun mengalami lonjakan konsumsi sebesar 46 ribu kl per hari. Namun, sejak senin kemarin sudah mulai normal kembali.

Kemungkinan, kata dia, solar defisit 1,1 juta kl dan premium defisit 600 ribu kl serta minyak tanah sekitar 20 ribu kl. Penyaluran BBM bersubsidi yang ditugaskan kepada PT Pertamina sebesar 43,35 juta kl.

Hanung berharap, kuota minyak tidak jadi defisit karena program konversi paket perdana LPG pada November. Selain itu, dengan adanya kenaikan harga BBM bersubsidi diharapkan ada pengurangan defisit karena konsumen akan cenderung berhemat dan bergeser ke BBM nonsubsidi.

Dia menjelaskan, kenaikan BBM subsidi pada Juli tahun lalu mampu menurunkan konsumsi BBM bersubsidi secara signifikan. PT Pertamina memprediksi, jika harga BBM naik pada pertengahan November, premium dan solar yang semula defisit 1,9 juta kl bisa turun menjadi defisit 1,6 juta kl.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement