Rabu 05 Nov 2014 20:03 WIB

Ekspor Teh Nasional Susut 9 Juta Dolar AS

 Panorama kebun teh di kasawan Puncak Bogor, Jawa Barat.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Panorama kebun teh di kasawan Puncak Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Nilai ekspor teh secara nasional pada 2013 mengalami penurunan 9 juta dolar AS dibandingkan pada 2011 yang mencapai 166 juta dolar AS.

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Kementerian Pertanian Yusni Emilia Harahap pada "The 21st Session of Intergovermental Group (IGG) on Tea" di Bandung, Rabu (5/11), mengatakan, pada 2013 nilai ekspor teh secara nasional sebesar 157 juta dolar AS. "Penurunan nilai ekspor tersebut akibat rendahnya harga jual teh sebagai dampak terjadinya kelebihan produksi," katanya.

Menurut dia, produksi teh secara nasional pada 2013 mencapai 152.674 ton meningkat 1,33 persen dibandingkan tahun sebelumnya dari 123 ribu ha lahan perkebunan teh.

Yusni menyatakan, hingga saat ini komoditas teh masih merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam perdagangan sektor pertanian di Indonesia.

Namun demikian, lanjutnya, agribisnis teh di tanah air masih menghadapi berbagai persoalan yakni rendahnya harga di pasar akibat kelebihan produksi, serangan hama dan penyakit tanaman, kebijakan dari negara importir, isu-isu lingkungan, rendahnya akses permodalan bagi petani kecil serta masih minimnya promosi untuk meningkatkan pasar yang lebih besar.

Selain itu, menurut dia, saat ini perkebunan teh rakyat masih mendominasi agribisnis teh di tanah air yang mana dari 123 ribu ha area pertanaman teh sekitar 44 persen merupakan kebun rakyat. Sementara itu, tambahnya, 31 persen merupakan perkebunan teh milik perusahaan milik negara (PTPN) dan 25 persen areal yang dikelola perusahaan swasta.

"Jumlah petani yang terlibat dalam perkebunan teh sebanyak 20 ribu rumah tangga yang mana 70 persen diantaranya berada di Jawa Barat," katanya.

Terkait rendahnya produktivitas teh di tanah air, Dirjen PPHP menyatakan, hal itu dikarenakan tanaman yang dibudidayakan saat ini merupakan tanaman tua atau yang sudah rusak, sulitnya petani mendapatkan benih yang berkualitas, minimnya perawatan kebun.

Selain itu, lanjutnya, juga diakibatkan perubahan iklim, rendahnya kapasitas sumberdaya manusia serta lembaga koperasi yang mewadahi petani.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement