REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Perindustrian berencana membangun 13 kawasan industri di luar Jawa dan dua kawasan di Jawa. Semua kawasan industri ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia.
13 kawasan yang akan dibangun berlokasi di Bintuni di Provinsi Papua Barat, Bitung di Sulawesi Utara, Palu di Sulawesi Tengah, Morowali di Sulawesi Tengah, Konawe di Sulawesi Tenggara dan Buli di Provinsi Maluku Utara, Bantaeng di Sulawesi Selatan, Batulicin di Kalimantan Selatan, Ketapang dan Landak di Provinsi Kalimantan Barat, Kuala Tanjung dan Sei Mangke di Sumatra Utara, dan di Tanggamus di Lampung.
Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kemenperin Imam Haryono, Selasa (4/11), mengatakan 13 kawasan industri yang akan dibangun sudah dipilih berdasarkan delapan kriteria yakni sumber daya alam, adanya anchor industry, komitmen pemerintah daerah, peran lembaga atau kementerian lain (masuk dalam program nasional atau tidak, sudah memiliki akses logistik nasional, kesesuaian lahan, sumber daya pendukung, dan sumber daya manusia.
Semua kriteria itu pun sudah ada acuannya dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 28/2008 tentang kebijakan industri nasional. Ia menyebut wilayah Papua Barat yang sudah memiliki //anchor industry// pupuk yang digarap PT Pupuk Indonesia (persero). Pengembangan di sana nantinya akan pada industri pupuk dan petrokimia berbasis gas.
Setiap kawasan industri, kata Imam, sebaiknya memang tematik untuk hilirisasi industri. Seperti Manokwari yang kini industrinya feronikel.
Perencanaan kawasan industri ini sudah berlangsung sebelumnya. Normalnya dibutuhkan waktu antara lima hingga tujuh tahun mulai dari perencanaan, pembangunan hingga pemasaran bagi kawasan seluas 1.000 hektare untuk beroperasi dengan baik.
Mengenai alokasi dana, Imam mengatakan proses penghitungan dana yang dibutuhkan masih dihitung. Sebab tiap wilayah memiliki kebutuhan dan potensi berbeda.
Ia mencontohkan kawasan industri Morawali yang hingga saat ini sudah didanai hingga 1,8 miliar dolar AS untuk membangun smelter tahap satu dengan kapasitas 300 ribu ton per tahun.
''Di Boyolali, saat pembuatan master plan tanah yang akan dibangun masih seharga Rp 80 ribu per meter perseginya. Tapi saat master plan selesai, harga tanah menjadi Rp 400 ribu per meter perseginya,'' tutur Imam. Karena itu, pemerintah pun sedang merumuskan payung hukum pembelian tanah untuk menghindari spekulan.
Skema pendanaan sendiri bisa bervariasi, baik atas pendanan swasta murni, swasta dengan pemerintah maupun pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Yang jelas, kata Imam, peluang kerja sama dengan berbagai pihak tetap ada.