Senin 03 Nov 2014 14:33 WIB

Kiprah Sang 'Gerbang' Asia Timur (6-habis)

Pelabuhan Keelung di utara Taiwan.
Foto: Reuters/Shengfa Lin/ca
Pelabuhan Keelung di utara Taiwan.

REPUBLIKA.CO.ID, Memang, kata Peneliti di Institut Riset Ekonomi Taiwan (TIER) Wayne Chen, Taiwan memiliki situasi khusus karena ada problem politik dengan Cina.

Walau begitu, Taiwan tetap harus mengembangkan hubungan ekonominya secara global. “Ada sejumlah kesulitan yang kami hadapi terkait dengan pengaruh Cina ini. Walau demikian, kami terus berupaya menyelesaikan persoalan tersebut,” ungkapnya.

Solusinya, menurut dia, Taiwan harus menyepakati sejumlah perjanjian kerja sama ekonominya dengan Cina sehingga kedua negara dapat memiliki pemahaman bersama.

Harapannya, Cina akan mengerti jika suatu saat Taiwan ingin memperluas kerja sama ekonomi dengan negara-negara lain, maka hal itu bukan perkara yang perlu diperdebatkan.

Contohnya, kata Chen lagi, Taiwan saat ini sangat tertarik untuk bergabung dengan Trans-Pacific Partnership (TPP) atau Kemitraan Trans-Pasifik. TPP adalah perjanjian perdagangan bebas kawasan Asia-Pasifik yang melibatkan 12 negara.

Menurut Chen, Taiwan sangat paham ada faktor Cina dalam proses masuknya Taiwan dalam TPP, yang intinya mungkin dapat menghambat keanggotaan Taiwan.

Oleh karena itu, pihaknya akan menyelesaikan dulu soal faktor Cina ini. Salah satu caranya adalah meningkatkan hubungan bilateral dengan Cina melalui ECFA (The Economic Cooperation Framework Agreement) yang telah berjalan selama ini.

ECFA adalah perjanjian perdagangan preferensial antara pemerintah Tiongkok dan Taiwan yang bertujuan untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan antara kedua belah pihak.

Pakta yang ditandatangani pada 29 Juni 2010 di Chongqing, Cina ini dipandang sebagai perjanjian paling signifikan bagi kedua negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement