REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) meminta perbankan untuk melakukan evaluasi sebelum menaikkan tarif ATM pada nasabah. Padahal, PT Artajasa Pembayaran Elektronis akan menaikan tarif transaksi tarik tunai dan transfer per 1 November pada bank-bank anggota ATM Bersama.
Direktur Departemen Kebijakan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Nuryanti mengatakan, tarif ATM memang tidak mengalami kenaikan dalam 10 tahun terakhir. Di sisi lain, bank juga memerlukan biaya untuk menyediakan mesin ATM. "Tapi begitu dia mau naik, evaluasi dulu. Udah saatnya atau belum," ujar Ida yang ditemui usai acara Forum Ekonomi Nusantara, Selasa (28/10).
Artajasa akan menaikan tarif transaksi tarik tunai menjadi Rp 7500, sedangkan tarif transfer sebesar Rp 6500. Ida tidak mau mengomentari mahal atau tidaknya tarif tersebut. "Kita lihat dulu evaluasi perbankan," ujarnya. Menurutnya, hal yang paling penting adalah bank bisa memberikan jasa tanpa harus menanggung kerugian.
Dalam mengambil keputusan kenaikan tarif ATM, BI akan menghitung investasi yang sudah dikeluarkan bank. Bila bank memang mengalami kerugian, BI akan mempersilakan bank menaikan tarif. Ia mengatakan, BI melindungi konsumen, tetapi tidak akan mematikan pelaku bisnis.
Ida mengatakan bahwa BI bisa saja mengeluarkan aturan yang menetapkan batas atas tarif ATM. Ia mencontohkan, dalam biaya Real Time Gross Settlement (RTGS), BI menerapkan biaya yang wajar sebesar Rp 7.500 sehingga nasabah mengetahui bila ada bank yang mematok tarif di atas angka tersebut. "BI punya kewenangan akan menentukan maksimal. Nanti kita lihat," ujarnya.
Saat ini, terdapat 82 bank dan satu telco yang menjadi anggota ATM Bersama. Bank-bank tersebut bervariasi dari bank BUMN, bank campuran, bank asing, bank daerah dan bank syariah.