Sabtu 25 Oct 2014 15:30 WIB

'Ekonomi Berdikari Bukan Berarti Lepas dari Pihak Asing'

Rep: C01/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Direktur Keuangan PT Adaro Energy Tbk David Tendian (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan usai mengikuti acara Investor day, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (8/5).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Keuangan PT Adaro Energy Tbk David Tendian (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan usai mengikuti acara Investor day, di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (8/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonomi berdikari merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo. Untuk mencapai ekonomi berdikari, Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani menilai pemerintah masih belum bisa lepas sepenuhnya dari bantuan asing.

Aviliani menjelaskan, yang dinamakan dengan berdikari ialah ketika pendapatan pajak negara dapat membiayai negara ini sepenuhnya. Padahal dalam praktiknya, hingga saat ini Indonesia masih mengalami defisit tiap tahunnya, kira-kira Rp 100 – Rp 150 Triliun.

Inilah yang kemudian menjadi tantangan bagi Indonesia jika benar-benar ingin lepas dari bantuan asing. Dalam hal ini, Aviliani berpendapat intensifikasi dan ekstensifikasi pajak perlu ditingkatkan. “Tapi itu tidak gampang,” jelas Aviliani, Sabtu (25/10).

Selain itu, pemerintahan Indonesia sejak dulu hingga sekarang memiliki defisit transaksi berjalan, yaitu kondisi ketika sebuah negara mengimpor lebih banyak barang dan jasa daripada ekspor. Terkait defisit ini, jika negara benar-benar tidak mau melakukan pinjaman utang ke luar negeri, maka defisit akan terus terjadi karena kinerja ekspor Indonesia belum signifikan.

Seandainya investor asing atau lainnya juga tidak bisa investasi di sini, Aviliani menilai Indonesia akan punya masalah dengan perekonomian. “Karena kita butuh dana,” ungkap Aviliani.

Karenanya, Aviliani tidak mempermasalahkan adanya keterlibatan pihak asing dalam menjalankan perekonomian di Indonesia. Tapi, sejauh mana pihak asing memegang peranan dalam perekonomian Indonesia perlu dibatasi. “Jangan semuanya diberikan kepada pihak asing,” ujar Aviliani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement