Senin 13 Oct 2014 16:12 WIB

Staf Khusus Presiden: Pelemahan Rupiah karena Faktor Eksternal

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
Firmanzah
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Firmanzah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, Senin (13/10), berada pada level Rp 12.202 per dolar AS.  Jika dibandingkan dengan posisi nilai tukar akhir pekan lalu, rupiah mengalami penguatan sebesar lima poin. 

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah menilai, pelemahan rupiah hingga menembus level Rp 12 ribu per dolar AS tak lepas dari faktor eksternal. Investor pasar keuangan dalam posisi wait and see terkait posisi Bank Sentral AS (the Fed) dalam melancarkan kebijakan moneter yakni penyesuaian suku bunga acuan. 

Menurut Firmanzah, kondisi seperti sekarang pernah dialami Indonesia pada semester II 2013 lalu.  Kala itu, the Fed berencana untuk mengurangi dan mengakhiri stimulus moneter berupa quantitative easing.  "Dan sekarang investor sedang konsolidasi terutama investor global," ujar Firmanzah saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (13/10).

Mantan dekan Fakultas Ekonomi UI ini menggaris bawahi yang melemah tak hanya rupiah tapi juga mata uang beberapa negara Asia lain juga mengalami hal serupa.  Terkait faktor internal berupa sentimen politik, Firmanzah menilai pengaruhnya tidak besar. 

Hal ini berbeda ketika gonjang-ganjing kasus bailout Bank Century mencuat pada 2010 lalu.  "Saat itu eskalasinya jauh lebih besar ketimbang sekarang," kata Firmanzah.

Kandidat rektor UI ini menyebut perseteruan di parlemen antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, tidak mengganggu investor pasar keuangan.  Sebab, perseteruan antara kedua kubu masih dalam koridor konstitusional. 

"Tidak ada hal-hal yang ekstra parlementer," ujar Firmanzah.  Untuk mengantisipasi kondisi ke depan, Firmanzah meminta koordinasi dan harmonisasi kebijakan fiskal dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan harus segera dilakukan.

FKSSK terdiri dari Kementerian Keuangan, BI, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan.  "Jadi, sekarang ini kita harus antisipasi kalau AS hentikan stimulus moneter dan menaikkan suku bunga," kata Firmanzah. 

Penyesuaian suku bunga oleh the Fed tentu akan diikuti oleh BI.  Ujung-ujungnya penyaluran kredit menurun dan menggoyang sektor riil.  Pada akhirnya, memengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi yang telah disepakati pemerintah dan parlemen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement