Sabtu 11 Oct 2014 18:28 WIB

Jokowi, Ini Kondisi Ekonomi Indonesia yang Sebenarnya

Presiden Terpilih Joko Widodo (kanan) bersama Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla mengadakan konferensi pers di rumah dinas kegubernuran DKI Jakarta, Jumat (10/10). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Presiden Terpilih Joko Widodo (kanan) bersama Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla mengadakan konferensi pers di rumah dinas kegubernuran DKI Jakarta, Jumat (10/10). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto menjelaskan mengenai kondisi ekonomi Indonesia saat ini.

Dengan begitu, ia berharap presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) bisa melihat dan mengembalikan sistem ekonomi Indonesia sesuai dengan fondasi konstitusi. Yaitu yang menitikberatkan pada demokrasi ekonomi berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurutnya, sistem ekonomi neoliberal yang diterapkan selama satu dasawarsa ini gagal untuk menciptakan keadilan dan kemakmuran.

Di samping itu, kata dia, sistem ekonomi pasar yang berorientasi pada pertumbuhan selama ini juga sebetulnya telah gagal menciptakan kesejahteraan rakyat. sehingga tidak layak diteruskan.

"Sistem tersebut juga sebetulnya inkonstitusional dan hanya berikan keuntungan bagi segelintir orang," katanya, Sabtu (11/10).

Ia mencatat, pertumbuhan ekonomi selama satu dasawarsa terakhir ternyata hanya menyisakan ketimpangan ekonomi yang begitu tajam. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rata-rata 5,6 selama satu dasawarsa menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi dengan Gini Rasio 0,42 atau terendah setelah Indonesia merdeka.

Fundamental ekonomi Indonesia dinilainya makin rapuh. Sehingga pada akhir pemerintahan SBY basis ekonomi yang berorientasi pada broad-based economy yang memprioritaskan pada komoditas ekspor ternyata tidak mampu memberikan surplus ekonomi.

"Kondisi yang terjadi justru sebaliknya, kita harus membayar mahal ketergantungan ekonomi kita pada utang dan juga impor produk pangan. Pada awal 2013 kita telah menderita kondisi ekonomi double defisit dalam neraca pembayaran dan neraca perdagangan. Ini bukti bahwa fundamental ekonomi kita rapuh," katanya.

Suroto menekankan, "Tanpa perubahan mendasar dalam strategi ekonomi dan juga tanpa adanya perubahan pendekatan kelembagaan maka fundamental ekonomi Indonesia tetap akan rapuh."

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement