REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Sri Edi Swasono berpendapat bahwa lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kekuasaan yang sangat besar. Sehingga menyerupai 'negara di dalam negara'.
Ia menilai OJK memiliki kewenangan yang berlebih dibandingkan dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang diamanatkan oleh UUD 1945. "Dapat disimpulkan bahwa OJK memiliki kekuasaan yang sangat besar dan ruang lingkup kekuasaan OJK tidak dimiliki oleh lembaga manapun di negara ini," ujar Sri Edi dalam sidang lanjutan Perkara Pengujian UU terkait OJK di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (7/10).
Lebih lanjut Sri Edi memaparkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lembaga ini memiliki kekuasaan mulai dari membuat regulasi, mengawasinya, memungut anggaran, dan menjatuhkan sanksi. Sri Edi kemudian merasa bahwa negara terlalu gegabah dengan memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada OJK.
Terutama, ucap dia, terkait dengan keuangan negara. "Yang lebih berbahaya, OJK sekaligus independen dalam tugas dan wewenangnya dan sekaligus bebas dari campur tangan pihak lain," kata dia.
Mahkamah Konstitusi kemudian menggelar sidang lanjutan Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan terhadap UUD 1945. Pemohon kemudian meminta MK menyatakan bahwa UU OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 adalah bertentangan dengan UUD 1945.