Senin 06 Oct 2014 18:58 WIB

Pembiayaan Bermasalah BPRS Tinggi Karena Karakter Debitur

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emerald Alamsyah
BPRS
Foto: Yurri Erfansyah/Republika
BPRS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) HIK-Parahyangan Bandung, Jawa Barat menyebutkan bahwa faktor utama tingginya pembiayaan bermasalah (NPF) karena karakter nasabah peminjam (debitur). Direktur Utama BPRS HIK Parahyangan Toto Suharto mengatakan,  Selama ini, kata dia, NPF BPRS HIK Parahyangan sebenarnya cenderung tetap bahkan menurun.

Dia menyebutkan data per 30 September 2014, angka NPF BPRS HIK Parahyangan dikisaran 2,29 persen. Sementara pada semester I 2014 lalu, tingkat NPF BPRS HIK Parahyangan juga dibawah 2,4 persen.  “Tetapi setiap pembiayaan kan selalu ada risikonya,” katanya kepada Republika, Senin (6/10).

Dia menyebutkan faktor utama tingginya NPF di BPRS HIK Parahyangan karena karakter debitur yang tak memiliki itikad baik. Dia menyebutkan, ada dua jenis debitur yang mendapat pembiayaan dari HIK Parahyangan yaitu yang mendapatkan gaji tetap (fixed income) dan sisanya adalah pembiayaan segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Tetapi pembiayaan mayoritas diberikan untuk nasabah dengan fixed income yang proporsinya sampai 90 persen. Pembiayaan itu, kata dia, digunakan untuk sektor produktif seperti modal usaha warung, peternakan sapi,  investasi, dan menyekolahkan anak.

Namun ada saja penyebab terjadi pembiayaan bermasalah meski nasabah tergolong berpendapatan tetap. Misalnya dalam pembayaran cicilan pembiayaan itu tidak lancar karena debitur tersebut yang ikut suaminya ke luar kota tetapi pindahnya diam-diam. “NPF juga terjadi akibat debitur yang pensiun dini karena sakit atau keluar dari pekerjaannya karena tidak bagus kinerjanya,” ujarnya.

Untuk mengendalikan NPF supaya tidak semakin melambung, pihaknya menerapkan beberapa cara. Pertama dengan pola mengurangi nominal pembiayaan. Pihaknya yakin dengan memperkecil plafon pembiayaan, risiko NPF juga bisa ditekan.

Ia menyontohkan debitur dari fixed income yang meminjam antara Rp 50 juta sampai Rp 70 juta maka NPF-nya cenderung mudah dikendalikan dibandingkan dengan debitur pinjaman besar sampai Rp 400 juta. Selain itu, pihaknya menerapkan peningkatan kualitas pembiayaan dan kontrol setiap bulan. Diharapkan dengan implementasi metode tersebut, NPF BPRS HIK Parahyangan bisa ditekan antara 2-2,5 persen hingga akhir tahun 2014 nanti.

“Ya sesuai dengan recana kerja kami, NPF dikisaran 2-2,25 persen,” katanya. Pembiayaan BPRS HIK Parahyangan hingga per 30 September 2014 sebesar Rp 413,7 miliar. Sementara target pembiayaan di akhir tahun 2014 sebesar Rp 385,5 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement