REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak dunia "rebound" (berbalik naik) tajam pada Selasa (Rabu pagi WIB), setelah kepala OPEC mengindikasikan bahwa kartel produsen minyak mentah itu bisa
memangkas target produksinya untuk 2015.
Komentar-komentar dilaporkan secara luas berasal dari Abdullah El-Badri, Sekretaris Jenderal Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), setelah pembicaraan dengan Menteri Energi Rusia Alexander Novak di Wina.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, melonjak 1,96 dolar AS menjadi ditutup pada 94,88 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman November, naik 1,17 dolar AS menjadi menetap pada 99,05 dolar AS per barel di perdagangan London.
El-Badri dilaporkan mengatakan bahwa ia memperkirakan kelompok produsen itu akan memangkas produksinya pada 2015 sekitar 500.000 barel per hari, dari 30 juta barel per hari menjadi 29,5 juta barel per hari.
Kartel menetapkan untuk mengadakan pertemuan tentang produksi berikutnya di Wina pada 27 November.
Pada Juni, OPEC sepakat untuk mempertahankan pagu produksi mereka pada 30 juta barel per hari, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa sementara permintaan minyak meningkat, risiko penurunan ekonomi global "tetap terkendali."
Sejak pertemuan Juni, harga minyak telah mundur cukup stabil, dengan Brent jatuh ke terendah dua tahun pada Senin (15/9) sebagian akibat kekhawatiran tentang permintaan di Tiongkok, konsumen minyak mentah terbesar kedua di dunia.
Komentar El-Badri ini adalah "pengingat bahwa OPEC menyadari desakan penurunan minyak mentah OPEC, dan bersedia untuk mengimbangi itu dengan mengurangi produksi mereka," kata Tim Evans, analis minyak pada Citi Futures.
Analis mengatakan pasar minyak juga sedang menunggu pengumuman kebijakan moneter yang oleh US Federal Reserve dan laporan persediaan minyak mingguan departemen energi AS pada Rabu.
Para analis rata-rata memperkirakan persediaan minyak mentah AS turun 1,2 juta barel, menurut survei oleh Dow Jones Newswires.