Senin 25 Aug 2014 13:59 WIB

RI Butuh Agregrator Gas

Rep: Elba Damhuri/ Red: Nidia Zuraya
KIlang LNG (ilustrasi)
KIlang LNG (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketahanan energi menjadi salah satu pekerjaan berat Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendatang. Ketergantungan Indonesia atas energi fosil yang masih tinggi berdampak pada ekonomi biaya tinggi dan terus defisitnya anggaran negara.

Organisasi Negara-Negara Pengeskpor Minyak (OPEC) mengingatkan arti penting diversifikasi energi dari minyak ke gas untuk memperkuat ketahanan energi domestik. Apalagi, kata OPEC dalam ulasannya pekan ini, bagi negara-negara kaya sumber daya alam gas masih menghadapi masalah ketidakseimbangan permintaan dan penawaran energi, terutama energi murah dan bersih.

Merespons ini, Pertamina mengaku siap menjadi penyuplai dan penyeimbang permintaan gas nasional atau biasa disebut sebagai gas agregrator. Direktur Gas PT Pertamina (Persero), Hari Karyuliarto, mengatakan Pertamina memenuhi kriteria untuk berperan sebagai aggregator gas.

"Pada realitasnya kami telah menjadi aggregator gas pada beberapa wilayah dan lapangan di Indonesia. Kami juga mempunyai portofolio yang kuat pada bisnis gas, LNG internasional, dan domestik," kata Hari pada penjelasan persnya kepada ROL di Jakarta, Senin (25/8).

Hanya saja, kata Hari, konsep ini belum diterapkan secara menyeluruh sehingga konsumen belum optimal menikmati pasokan gas. Ia memberi contoh perjanjian jual beli gas (PJBG) yang dimiliki Pertamina sebanyak 1.624 mmscfd, namun masih terdapat gap 28 persen antara kontrak pasokan gas dan realisasi yang diterima konsumen.

Di sini, agregator gas, sambung Hari, sangat diperlukan agar terjadi keseimbangan antara suplai dan permintaan sehingga tidak terjadi gap dalam penyediaan pasokan. Ia menegaskan Pertamina memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan antara suplai dan permintaan domestik maupun internasional.

Pertamina, menurut Hari, memiliki kemampuan dan sumber daya yang telah terbukti, termasuk melakukan pengadaan LNG dari luar untuk memenuhi kebutuhan domestik sehingga pasokan tetap terjamin. "Ini dilakukan dengan tetap menjaga keseimbangan harga gas,” kata Hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement