Selasa 22 Jul 2014 19:26 WIB

Bank Dunia Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Indonesia

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia menurunkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014. Hal ini didorong oleh lemahnya harga komoditas dan pertumbuhan kredit sepanjang 2014.

Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia tahun ini hanya tumbuh 5,2 persen. Pada Maret 2014, Bank Dunia masih meyakini Indonesia dapat tumbuh di 5,3 persen. "Melemahnya harga komoditas dan pertumbuhan  kredit merupakan kunci yang dapat membatasi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dalam waktu dekat," Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A Chaves, Selasa (22/7).

Defisit fiskal yang kian membesar menambah tantangan bagi pemerintahan baru yang akan dilantik pada bulan Oktober. Pemerintahan baru perlu mengurangi risiko perlambatan pertumbuhan berkepanjangan. Salah satu upayanya adalah melalui reformasi struktural.

Indonesia akan  memulai babak baru dari sejarahnya dan menghadapi berbagai pilihan kebijakan yang sulit. Pemerintah perlu mengatasi peningkatan tekanan fiskal dan menjaga keberlangsungan defisit transaksi berjalan.

Untuk mewujudkan tujuan jangka panjang seperti pertumbuhan di atas enam persen dan pengurangan kesenjangan, pemerintah perlu melakukan reformasi struktural yang lebih dalam. Misalnya mereformasi kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan investasi lebih banyak di bidang infrastruktur.

Salah satu pilihan sulit adalah mengatasi kerentanan fiskal. Depresiasi rupiah dan naiknya harga minyak telah memperbesar defisit fiskal karena peningkatan biaya subsidi energi. Melemahnya pendapatan negara juga memperbesar defisit fiskal.

Total pendapatan negara terhadap PDB turun dari 16,3 persen pada 2011, menjadi 15,3 persen pada 2013. Bank Dunia menilai, sulit membatasi defisit hanya 2,4 persen dari PDB, seperti yang diproyeksikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Perubahan 2014.

Langkah-langkah yang dapat memperbaiki kualitas belanja, melalui pengurangan subsidi BBM dan mencegah penurunan lebih lanjut dalam pendapatan pajak dan nonpajak. "Hal ini akan dapat mengurangi tekanan defisit," kata Ekonom utama Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop.

Pemerintah baru juga akan menghadapi tantangan jangka panjang dalam mengatasi peningkatan ketimpangan. Tingkat kemiskinan yang tinggi berhasil ditekan selama dekade terakhir. Namun, terjadi peningkatan kesenjangan antara masyarakat yang kaya dan yang miskin. 

Pada 2002, tingkat konsumsi dari 10 persen rumah tangga paling kaya adalah 6,6 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat konsumsi 10 persen rumah tangga termiskin. Rasio ini meningkat pada 2013. Bahkan setelah bertahun-tahun, banyak pekerja belum berhasil meningkatkan pendapatannya, sehingga mereka terancam jatuh kembali dalam kemiskinan.

Meningkatnya ketimpangan membawa risiko bagi pertumbuhan ekonomi dan kohesi sosial. Kebijakan-kebijakan promasyarakat miskin, seperti perbaikan infrastruktur di perdesaan, perluasan akses ke pendidikan yang berkualitas dan mobilitas pasar tenaga kerja akan mampu meningkatkan pendapatan keluarga yang miskin dan rentan, serta membantu memerangi ketidaksetaraan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement