REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Blok kuat dari negara-negara berkembang di dunia akhirnya terlepas dari penjara tatanan keuangan global yang didominasi Barat. Pembentukan Bank Pembangunan BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina atau Tiongkok, dan Afrika Selatan) pada Selasa kemarin bertujuan untuk menjadi pesaing atau antitesis dari Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
"Dalam jangka panjang, bank ini akan menggantikan lembaga keuangan internasional," ujar Direktur Global Economic Governance Initiative di Universitas Boston, Kevin Gallagher, dilansir dari Al-Jazeera America, Kamis (17/7).
Bank Pembangunan BRICS akan berkantor pusat di Shanghai Tiongkok, sedangkan India akan menjadi presidennya untuk lima tahun pertama. Ini merupakan jawaban atas keluhan negara-negara berkembang selama beberapa dekade tentang arsitektur keuangan global dimana Amerika Serikat dan Eropa Barat begitu mendominasi dan membuat sikap tunduk dari negara-negara berkembang.
Negara-negara anggota BRICS telah berjanji untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Mereka akan saling menawarkan pinjaman tanpa mencampuri urusan dalam negeri suatu negara. Janji mereka tersebut merupakan 'sindiran' langsung kepada Bank Dunia dan IMF dimana kucuran dana mereka sering kali mengendalikan negara miskin, melemahkan kepemimpinan suatu negara, dan berorientasi pada Barat.
Untuk dana awal, masing-masing anggota BRICS akan menaruh dana mereka sejumlah 10 miliar dolar AS. Meskipun ekonomi Tiongkok lebih besar dibandingkan gabungan ekonomi empat anggota lain, BRICS bersepakat bahwa mereka harus memiliki saham yang sama di bank ini. Tiongkok hanya akan memiliki saham yang lebih besar dalam bentuk cadangan mata uang, semacam dana darurat seperti milik IMF. Dana darurat ini bertujuan melindungi negara-negara BRICS dari krisis global lainnya.
Selama ini, kata Gallagher, tidak ada bank pembangunan yang tidak memiliki semacam pengaruh politik. Ia pun berharap BRICS benar-benar berkomitmen mengucurkan pinjaman secara apolitis. Barat misalnya, dalam waktu lama telah memanfaatkan kekuatan ekonominya untuk mengendalikan rezim pemerintahan dengan menyalahgunakan hak asasi manusia atau melumpuhkan demokrasi. Hal itu misalnya ditunjukkan pada kasus AS dan Eropa yang melumpuhkan Rusia atas krisis Ukraina melalui sektor ekonomi.
Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam pidatonya Selasa kemarin mengatakan Bank BRICS akan menjadi salah satu lembaga keuangan multilateral utama di dunia. Baginya, ini adalah momen koalisi besar dimana BRICS memegang 20 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) global.