Rabu 16 Jul 2014 07:53 WIB

Saksi Ahli: Air Bersih di Jakarta Butuh Kehadiran Swasta

Rep: CR01/ Red: Taufik Rachman
Palyja menjadi salah satu operator pelayanan air bersih di Jakarta.
Foto: kontan
Palyja menjadi salah satu operator pelayanan air bersih di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sidang gugatan citizen lawsuit terkait pengolahan layanan air bersih di Jakarta oleh dua konsorsium swasta PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aerta kembali digelar, Selasa (15/7).

Sidang kali ini menghadirkan Direktur Pengembangan Kerja sama Pemerintah dan Swasta (PKPS) Bappenas, Bastary Pandji Indra, sebagai saksi ahli yang didatangkan oleh pihak tertugat Palyja.

Dalam sidang Bastary mengungkapkan tentang pentingnya peran swasta dalam pembangunan infrastruktur air bersih di Jakarta. Menurutnya ada empat hal yang tidak bisa dipenuhi pemerintah tapi bisa dipenuhi oleh pihak swasta dalam pembangunan kebutuhan air.

"Pembiayaan, manajemen efisiensi, inovasi, peningkatan kapasitas dan inovasi teknologi," ujar Bastary.

Pemerintah lanjutnya, mungkin saja mempunyai dana yang cukup banyak. Hanya saja pemerintah mempertimbangkan skala prioritas dalam pembangunan Indonesia.

"Pada dasarnya kerja sama dengan swasta membantu pemerintah menyelesaikan kebutuhan masyarakat yang meningkatkan. Hanya saja ada beberapa yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja sama," tambahnya.

Sebelumnya Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta terdiri atas Koalisi Masyarakat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Koalisi Anti Utang (KAU), Solidaritas Perempuan (SP), Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Jaringan Rakyat Miskin Kota dan Indonesia Corruption Watch mengajukan gugatan pembatalan kontrak swastanisasi air bersih Jakarta kepada pihak swasta dalam hal ini PT Palyja dan PT Aerta ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan juga ditunjukkan ke lima petinggi negara antara lain Presiden, Wakil Presiden, Menteri PU, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum (PU) dan Gubernur DKI Jakarta. Mereka menilai pengolahan air bersih oleh pihak swasta justru menyengsarakan rakyat. Menurutnya tidak semua warga bisa mengakses air lantaran pengenaan tarif yang tinggi.

Kasus sudah bergulir sejak akhir tahun 2012 namun hingga kini belum menemukan titik akhir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement